n

Universitas Airlangga Official Website

Asosiasi Pendidikan Kebidanan Indonesia Transformasikan Kurikulum Pendidikan Bidan

Transformasi Pendidikan
Suasana Indonesia Midwifery Curriculum Workshop di Airlangga Medical Education Center (AMEC) FK UNAIR. (Foto: Sefya Hayu)

UNAIR NEWS – Asosiasi Pendidikan Kebidanan Indonesia (AIPKIND) terus berbenah menyempurnakan kurikulum pendidikan profesi bidan di Indonesia. Besar harapan agar terlahir lebih banyak lagi bidan yang mumpuni dan siap menjawab tantangan global.

Keinginan tersebut disampaikan Ketua AIPKIND Pusat Dra. Jumiarni Ilyas, M.Kes dalam acara Indonesia Midwifery Curriculum Workshop. Acara tersebut berlangsung di Airlangga Medical Education Center (AMEC) Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, beberapa waktu lalu.

Acara tersebut diikuti 44 peserta dari 17 institusi pendidikan bidan di Indonesia. Dr. Kim Russell dari Division of Midwifery- The Uni of Nottingham dihadirkan sebagai pembicara dalam acara tersebut.

Pada acara itu, Jumiarni menyampaikan, saat ini pihaknya sedang melakukan transisi sistem kurikulum pendidikan bidan dari vokasi menjadi akademi profesi. Mengingat, selama ini pendidikan bidan di Indonesia mayoritas berbentuk vokasi, sementara pendidikan profesi baru dirintis pada tahun 2008.

“Transformasi dari pendidikan vokasi ke profesi memerlukan perubahan konsep berpikir, mengingat keduanya amat berbeda,” ujarnya.

Perbedaan itu, menurut Jumiarni, terletak pada kualitas kompetensi yang dimiliki oleh lulusan. Pendidikan profesi akan menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan analitis, mampu berpikir kritis, termasuk dalam hal pengambilan keputusan. Sementara itu, vokasi hanya dibekali kemampuan bekerja sesuai standar SOP yang telah baku.

“Kalau lulusan pendidikan profesi bisa menyarankan, mengubah standar, dan meningkatkan standar, sesuai dengan keilmuan yang dimiliki,” ungkapnya.

Saat ini, tambah Jumiarni, jumlah bidan di Indonesia sebanyak 450 ribu dan tersebar di seluruh tatanan pelayanan, baik di perkotaan sampai ke daerah. Sebagai profesi yang bersifat otonom, Jumiarni merasa perlu memperjuangkan transformasi kurikulum pendidikan bidan. Dengan begitu, tidak lagi terjadi ketimpangan pendidikan serta menjadi mitra kerja yang saling dukung antara bidan dengan dokter kandungan.

Saat ini, terang Jumiarni, pemerintah sedang gencar membuka lebih banyak lagi pusat pendidikan profesi  bidan di Indonesia dan jenjang pendidikan bidan sudah diatur sama dengan tenaga kesehatan lain.

“Dengan adanya penataan pendidikan tenaga kesehatan, salah satunya pendidikan bidan, maka dalam proses transisi kurikulum tersebut, kami harus melihat kompetensi, dan menyesuaikan dengan aturan baru, kebijakan baru tentang pengembangan kurikulum, serta tuntutan dari Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI),”ungkapnya.

Untuk menjawab tantangan global, Jumiarni mengatakan, pihaknya sedang berusaha mengembangkan kurikulum yang disesuaikan dengan kebijakan organisasi bidan dunia, termasuk standar yang ditetapkan oleh WHO.

“Kami coba me-review kurikulum yang sudah ada, serta melihat tren kurikulum global sekarang seperti apa,” ungkapnya.

Untuk itu, AIPKIND bekerjasama dengan UoN, Inggris untuk mendampingi proses transformasi kurikulum pendidikan bidan. Menurutnya, UoN merupakan salah satu institusi pendidikan bidan terbaik di Inggris dan dunia yang berpengalaman dalam mengembangkan pendidikan bidan.

Di Indonesia Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Unair sebagai pioneer pendidikan sarjana dan profesi bidan menjadi inisiator dan pengawal dalam  memperbaiki mutu kualitas pendidikan bidan, salah satu upaya yang dilakukan dengan terus melakukan kerjasama dengan UoN dibidang pendidikan dan penelitian. Dengan alasan tersebut maka Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Unair menjadi tuan rumah kegiatan Midwifery Curriculum Workshop.

Sementara itu, proses transformasi kurikulum pendidikan bidan di UoN terbilang cepat. Seperti disampaikan Dr. Kim Russell bahwa pendidikan bidan di sana awalnya hanya bersertifikat, namun sekarang sudah diakui sebagai S1 profesi.

“Bidan disana sangat dibutuhkan, bidan harus mampu memberikan pelayanan berkualitas serta dapat melakukan penelitian. Inilah yang membuat sistem pendidikan kami cepat berubah,” ungkapnya.

Regulasi yang menaungi profesi bidan disana juga cukup kuat. Dalam aturan tersebut ditetapkan bahwa yang berwenang menangani persalinan hanya dokter kandungan dan bidan. Sementara pasien diberi kebebasan memilih dengan siapa ia akan melahirkan.

“Mayoritas perempuan di Inggris lebih banyak memilih bersalin didampingi bidan dari pada dokter kandungan,”ungkapnya.

Di inggris, angka kematian Ibu dan Anak sangat sedikit. Yakni  26/100 ribu kelahiran, atau 17 kali lebih tinggi kasus AKI di Indonesia. Mengenai hal tersebut, Kim menyarankan, perlu dibuatkan aturan yang jelas agar bidan dapat bekerja lebih baik, sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kejadian AKI di Indonesia.

“Bidan  berkualitas akan berpengaruh pada penurunan angka kematian ibu dan anak,” pungkasnya.

Penulis: Sefya Hayu Istighfaricha

Editor: Nuri Hermawan