Universitas Airlangga Official Website

Atasi Masalah Lingkungan Melalui Pilar Lingkungan SDGs

Airlangga SDGs School hari kedua, Kamis (22/8/2024) (Foto: PKIP UNAIR)
Airlangga SDGs School hari kedua, Kamis (22/8/2024) (Foto: PKIP UNAIR)

UNAIR NEWS – Sustainable Development Goals(SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) menjadi salah satu agenda global untuk menciptakan perdamaian dan kemakmuran manusia, masa kini dan mendatang. Sebagai upaya untuk mewujudkan SDGs, Universitas Airlangga (UNAIR) melalui SDGs Center UNAIR menggelar Airlangga SDGs School. 

Berlangsung selama dua hari, kegiatan tersebut menghadirkan para pemateri untuk membahas empat pilar SDGs. Salah satunya, Hakim Zulkarnain SKep Ns MSN. Dosen Fakultas Keperawatan (FKp) itu mengulas seputar Pilar Lingkungan dalam SDGs. 

Memulai pemaparan, Hakim mengatakan bahwa Pilar Lingkungan penting dan perlu mendapatkan perhatian khusus. Pasalnya, kondisi planet Bumi saat ini sedang dalam kondisi mengkhawatirkan.

“Mengapa pilar lingkungan harus menjadi awareness? Planet kita semakin hari semakin panas dan dampaknya, suhu di sekitar kita semakin panas dan ekstremnya es di kutub utara semakin mencair,” ungkap Hakim.

Dampak jangka panjang yang mungkin ditimbulkan, kata Hakim, antara lain adalah peningkatan permukaan air. Hal tersebut nantinya akan mengakibatkan terganggunya ekosistem di permukaan tanah. “Dampak yang pertama pasti tinggi air permukaan meningkat, jadi tanah yang kita tinggal sedikit. Di tanah ekosistemnya akan terganggu, misalnya habitat hewan-hewan. Ini juga memungkinkan munculnya penyakit-penyakit tertentu,” imbuhnya.

Sebenarnya, sektor industri telah mengenalkan sebuah solusi jangka pendek yaitu Greenwashing. Namun, alih-alih menjadi solusi, tetapi nyatanya Greenwashing justru bisa saja menjadi masalah baru. “Greenwashing, di mana suatu industri mengatakan bahwa mereka itu menerapkan ekonomi hijau padahal sebenarnya mereka yang menghasilkan masalah. Jadi, misalnya mereka berusaha melaporkan bahwa mereka (industri, red) telah melakukan efisiensi energi,” ujarnya.

Kendati demikian, solusi yang industri tawarkan tidaklah efektif karena hanya bersifat ‘pemasaran’. Menurutnya, ada beberapa hal ril yang bisa menjadi solusi melalui ide dan inovasi. Misalnya dengan pengembangan teknologi hijau dan penggunaan energi terbarukan (renewable energy). Hakim menambahkan, langkah lainnya yang juga bisa menjadi solusi adalah penerapan carbon footprint dan carbon trade.

Renewable energy menjadi pilihan karena efek sampingnya. Efek samping renewable energy sangat kecil daripada fosil. Fosil menghasilkan asap yang merusak ozon, karena itu ‘kan karbon, ya,” papar Hakim.

Pada akhir, Hakim mengingatkan bahwa perlu ada upaya bersama-sama untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. “Intinya bagaimana bisa memproduksi dan mengonsumsi apapun secara bertanggung jawab, bagaimana caranya menghijaukan dan melestarikan lingkungan untuk anak cucu kita,” tutupnya.

Penulis: Yulia Rohmawati