UNAIR NEWS – Perguruan tinggi Indonesia mendapatkan angin segar untuk merasakan kebebasan melakukan pembentukan organisasi adalah ketika pasca reformasi 1988 ketika pada saat itu mulai banyak perguruan tinggi di Indonesia membentuk organisasi mahasiswa pada tingkat universitas.
Sedangkan Universitas Airlangga (UNAIR) pada masa itu mulai terlaksana pada tahun 2000. Kala itu, pemrakarsa terbentuknya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tingkat universitas adalah Pembantu Rektor III UNAIR yang saat itu membidangi masalah kemahasiswaan, yang sebelumnya BEM hanya eksis pada setingkat fakultas.
Bukan tanpa alasan, semenjak enam tahun mengalami kekosongan organisasi mahasiswa pada tingkat universitas, pembentukan BEM bertujuan untuk mengakomodasikan suara serta aspirasi mahasiswa sekaligus menghindari egoisme yang terjadi antarfakultas. Terlebih, pembentukan ini juga menjadi upaya agar BEM UNAIR mampu terus eksis pada tingkat nasional setelah sebelumnya mengalami vakum dalam waktu yang cukup lama.
Pemilu Raya
Setelah melalui berbagai kendala seperti tersendatnya pengesahan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM), BEM dan BLM fakultas se-UNAIR membentuk Komite Pembentukan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPKPUM) guna memilih anggota KPUM serta melakukan penyusunan peraturan pemilu raya. Hingga disepakatilah Peraturan Pemira Universitas Airlangga pada tanggal 23-25 April 2004.
Pemilu raya akhirnya berlangsung pada tanggal 21 Oktober 2004 dengan 14 jumlah persebaran TPS di berbagai fakultas. Total ada lima partai pengusung pada pemilu raya saat itu, yaitu Partai Kampus Baru (PKB), Partai Mahasiswa Baru (PMB), Partai Uni Mahasiswa (PuMa), Partai Insan Cendikia (PIC), Partai Peduli Perubahan (PPP) dan Partai Solidaritas Mahasiswa Uni Transformasi (Partai SEMUT).
Dari tiga pasang calon presiden dan wakil presiden BEM, pasangan Bagus Wiyono-Imanuddin Arif Wicaksono dari PKB berhasil menang dengan perolehan suara sebanyak 3.169 suara dari total 5.428 suara yang masuk. Pemilihan ini juga menghasilkan 22 orang anggota DLM yaitu 10 orang DLM partai dan 12 orang DLM fakultas.
Aksi Penolakan
Masuk awal tahun 2009, kabar mengejutkan tentang rencana rektorat ingin menaikkan biaya pendidikan terhadap mahasiswa baru menggemparkan mahasiswa. Berbagai respon bermunculan dengan mayoritas menegaskan penolakan imbas dari persoalan pada status Badan Hukum Milik Negara yang sejak awal sudah menumbuhkan bibit penolakan.
Walaupun Fasich selaku Rektor UNAIR saat itu membeberkan bahwa tidak ada kaitannya antara BHMN dengan biaya mahal, gerakan penolakan terus bergema dari berbagai aliansi mahasiswa. Mahasiswa menuntut bertemu dan berdialog dengan rektor guna menyampaikan pendapat.
Rektor mengundang BEM Keluarga Mahasiswa untuk mengadakan audiensi terkait rencana kenaikan SPP pada 11 Maret 2009. Pertemuan lanjutan bersama rekor juga kembali digagas pada tanggal 24 Maret 2009. Pada kesempatan ini rektor menawarkan program Beasiswa Mengikuti Ujian (BMU). Meskipun begitu, tawaran ini masih belum bisa menjawab aspirasi penolakan BEM.
Pada dasarnya aksi penolakan BEM terdiri atas dua alasan, pertama kebijakan kenaikan SPP dinilai tidak mencerminkan semangat pemerataan pendidikan karena memperkecil ruang akses bagi masyarakat miskin untuk melanjutkan pendidikan di UNAIR. Kedua, kebijakan kenaikan SPP dianggap tidak adil karena yang menjadi acuan dalam penetapan tarif ini hanya kebutuhan universitas saja.
Sejumlah solusi pun ditawarkan hingga kesepakatan realisasi BMU. Meskipun begitu terjadi ketidaksepahaman antara rektorat dengan pihak advokasi dari BEM akibat dari anggapan tidak konsistennya rektorat atas konsep BMU yang sudah disepakati di awal. Dalam momen tersebut terjadi pergolakan mahasiswa kembali pada tanggal 1 Mei 2009. Pernyataan sikap ini berdasar atas temuan bahwa rektor sudah mengesahkan kenaikan SPP sejak 31 Maret dan terkesan sembunyi-sembunyi.
Akhirnya pada kesempatan dialog yang mempertemukan Wakil Rektor II, Wakil Rektor III, BEM dan BLM, Muslich mengatakan mahasiswa hanya salah persepsi atas pengesahan Surat Keputusan kenaikan SPP. Menurutnya, kenaikan SPP telah dirancang sejak tahun lalu dan baru disahkan secara yuridis pada 31 Maret 2009, namun secara de facto rektor belum menandatangani SK tersebut.
Meski terjadi beberapa kali demo lanjutan, kebijakan BMU tetap berjalan dan menjadi kali pertama UNAIR memberikan beasiswa penuh kepada mahasiswa sebagai wujud komitmennya untuk turut berkontribusi dalam peningkatan pemerataan pendidikan.
Penulis: Mohammad Adif Albarado
Editor: Khefti Al Mawalia