UNAIR NEWS – Sempat viral di media sosial seorang ayah bunuh anaknya supaya masuk surga dan tidak merasakan penderitaan di dunia. Menurut Pakar Psikologi UNAIR Tiara Diah Sosialita M Psi Psikolog, kondisi gangguan kejiwaan pada setiap orang terpengaruhi oleh banyak faktor.
Lazimnya, perbuatan nekat dan di luar nalar umum banyak terpengaruh oleh kondisi tertentu. Untuk mendeteksi kepastian hal itu dapat melalui pemeriksaan yang sesuai prosedur psikologi.
Kondisi Kejiwaan
Karena itu, pemeriksaan tersebut melibatkan berbagai faktor yang berkontribusi pada kondisi jiwa. Sehingga orang tua sebagai pelaku dapat mengetahui dengan pasti pemicunya.
“Penyebab kasus tersebut bisa terjadi karena gangguan kejiwaan, kondisi lingkungan, dan motivasi perilaku kejahatan,” tambah Tiara.
Menurut psikopatologi, tindakan si ayah bunuh anaknya tersebut karena gangguan jiwa. Misalnya, gangguan mood, depresi, mania, bipolar, gangguan kecemasan berlebihan, hingga gangguan kepribadian.
“Jadi, intinya gangguan kejiwaan itu bisa mempengaruhi bagaimana kondisi pemikiran seseorang, emosi, serta persepsi,” ucapnya.
“Sehingga bisa saja karena gangguan kejiwaan yang sedang terganggu menyebabkan mereka hilang kontak dengan kenyataan atau tidak sadar melakukan kejahatan yang ekstrim,” imbuhnya.
Kondisi yang Rentan Melakukan Kekerasan
Tindak utama kejahatan terpengaruhi oleh tiga faktor internal. Yaitu, stres, kejiwaan, dan psikologis.
Kondisi kejiwaan dan pikiran tersebut yang terganggu dapat menyebabkan seseorang kehilangan kontak dalam menghadapi kondisi kenyataan. Sehingga memunculkan pemikiran negatif, delusi, dan penguasaan impuls yang agresif tanpa kontrol. Beberapa penyebab utama yang melatarbelakangi kejadian kekerasan tersebut adalah oleh masalah keluarga, paparan stres yang menerus, dan fluktuasi kondisi keuangan.
“Dalam beberapa kasus, (penyebabnya, Red) dinamika hubungan yang tidak sehat antara anggota keluarga. Konflik yang terjadi tanpa penyelesaian dengan hubungan yang superior seperti orang tua kepada anak. Dapat mengakibatkan anak menjadi korban akibat ketidakmampuan untuk melawan,” ujarnya.

Gejala Awal yang Perlu untuk Waspada
Kenali gejala yang terjadi pada diri sendiri sebagai peringatan dini agar terhindar dari kehilangan kontrol menuju aksi kekerasan. Hasil pemikiran dari faktor kompleks seperti stres, tekanan yang terakumulasi, fantasi yang berulang dalam kekerasan, munculnya skenario, rencana, serta dorongan melakukan pembunuhan merupakan tanda bahaya pada fase kronis yang dapat seseorang nilai dari dalam dirinya.
Sedangkan orang lain dapat melihat dari perubahan perilaku, depresi dan mudah cemas. Termasuk menarik diri dari lingkungan sosial.
“Jika ada orang dengan gejala utama fantasi dengan perubahan sosial yang signifikan. Berikan dukungan emosional dan jangan tinggalkan orang tersebut. Jika gejala memburuk, pastikan mendapat terapi profesional,” kata Tiara.
Kelola Stres dengan Baik
Memang setiap orang akan mengalami stres jika menghadapi masalah yang berat. Untuk menghindari timbulnya aktivitas negatif, kita harus belajar mengelola stres dengan sehat. Seperti melakukan berbagai aktivitas fisik dan bersosialisasi.
“Dengan berolahraga, bermeditasi, dan aktivitas lainnya dapat mengalihkan pikiran kita sejenak. Kita juga harus berkomunikasi untuk menemukan solusi yang baik. Karena Dukungan emosional sangat bisa membantu dan memotivasi,” ucapnya.
Prioritaskan Keselamatan
Jangan biarkan orang tua yang mengalami masalah berat yang berkomplikasi sendirian. Tetap pastikan mereka berkoneksi dengan orang yang di sekitarnya sebagai upaya monitoring.
Jika perilaku memburuk, hubungi profesional yang berkompeten dalam menangani masalah. Jika terdapat ancaman, hubungi pihak berwenang untuk mengatasi dan memberikan perlindungan untuk risiko yang membahayakan.
“Pastikan pusat layanan dengan kesehatan dan mental. Jika ada ancaman langsung, harus hubungi layanan kedaruratan dan kepolisian,” tutupnya.
Penulis: Monika Astria Br Gultom
Editor: Feri Fenoria
Baca juga:
Alumnus Psikologi Kenalkan Fenomena Sibling Rivalry
Psikolog UNAIR Jadi Sosok di Balik Mental Pemain Timnas Indonesia