n

Universitas Airlangga Official Website

Bawang Merah Jadi Bahan Dasar Obat Pembasmi Kutu

UNAIR NEWS – Rambut adalah mahkota bagi setiap orang. Oleh karenanya, perlu menjaga kesehatan kepala sehingga bersih dari kutu rambut. Kutu rambut atau Pediculus humanus capitis adalah ektoparasit bagi manusia. Kutu rambut biasanya bersarang di bagian belakang kepala dan bagian leher sebelah belakang. Gigitannya dapat menyebabkan iritasi pada kulit yang disebabkan oleh air liur yang dikeluarkan saat menghisap darah si penderita.

Kasus penyakit gatal kutu atau Pediculosis capitis banyak terjadi di seluruh dunia dan tidak hanya menjadi masalah kesehatan di negara-negara miskin, namun juga terjadi di negara berkembang dan negara maju. Di Amerika, sekitar 10 hingga 12 juta anak terjangkiti penyakit gatal kutu setiap tahunnya. Usia penderitanya rata-rata berada pada kisaran 5 hingga 13 tahun, namun tidak menutup kemungkinan bagi orang dewasa juga dapat terjangkit parasit ini.

Dewasa ini, obat gatal kutu yang populer di kalangan masyarakat umumnya mengandung permethrin yang merupakan salah satu produk dari paduan senyawa kimia. Permethrin ini dianggap dapat menyebabkan iritasi pada kulit manusia, sehingga diperlukan adanya alternatif lain yang berbahan alami dan lebih ramah lingkungan.

Hal inilah yang kemudian mendorong lima mahasiswa program studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Universitas Airlangga, untuk mencari solusi bahan alami yang berpotensi sebagai bahan pembuatan obat pembasmi kutu. Lima anggota yang termasuk dalam tim PKM-Penelitian Eksakta tersebut, yaitu Jefpry Supryanto Sianturi, Novia Faridatus Sholilah, Dina Lutfiana, Arini Sabil Haque, dan Hady Palgunadi.

Program penelitian mereka berjudul “Optimalisasi Penggunaan Allium Ascolonicum dengan Konsep Liquid Pembasmi Kutu sebagai Solusi Penderita Gatal Kutu”. Program tersebut telah disetujui dan didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Proses pembuatan

Bahan utama yang mereka gunakan adalah bawang merah. Bahan yang biasa digunakan masyarakat sebagai bahan penyedap makanan tersebut, ternyata memiliki kandungan senyawa yang dapat digunakan sebagai bahan untuk membunuh serangga. Kandungan senyawa yang disebut flavonoid tersebut kemudian dituangkan dalam bentuk ekstrak (sari) dengan metode maserasi (pelunakan suatu benda karena suatu cairan). Pada akhirnya, didapatlah ekstrak yang kemudian dikarakterisasi untuk membuktikan kandungan flavonoid.

Allium ascolonicum (bawang merah, red) direndam dengan metanol 99 persen selama 24 jam, nah, setelah itu masuk ke proses penyaringan. Hasil penyaringan kemudian dievaporasi (perubahan molekul zat, red) menggunakan penyaring Buchner. Dan akhirnya, didapatlah ekstrak dari bawang merah,” terang Jefpry.

Hasil ekstrak kemudian memasuki proses uji coba dengan kutu sebagai kontrol ujinya. Proses uji coba dibagi menjadi dua tahap, yaitu uji kontrol positif dan uji kontrol negatif. Uji kontrol positif adalah perbandingan antara keadaan kutu saat diberikan ekstrak, dengan keadaan kutu saat diberikan peditox (obat kutu pada umumnya). Sedangkan uji kontrol negatif, membandingkan antara keadaan kutu saat diberikan ekstrak, dengan keadaan kutu saat normal (tanpa diberikan obat kutu). Jefpry dan kawan-kawan melakukan pengamatan selama 24 jam dalam uji coba ini.

“Hasil uji menunjukkan bahwa waktu rata-rata yang dibutuhkan peditox untuk membunuh kutu sekitar 22 menit, dan esktrak bawang merah membutuhkan waktu sekitar 64 menit. Sedangkan jika kutu dibiarkan di udara terbuka, kutu akan mati dalam waktu kurang lebih 24 jam,” jelas Jefpry.

“Hal ini membuktikan dengan jelas, bahwa pemberian ekstrak dapat mempengaruhi kutu dan berpotensi sebagai bahan pembasmi kutu rambut,” imbuhnya optimis.

 

Penulis : Dilan Salsabila

Editor : Defrina Sukma S.