UNAIR NEWS – Melalui konferensi internasional yang bertajuk Bandung-Belgrade-Havana (BBH) in Global History and Perspective: What Dreams, What Challenges, What Projects for a Global Future berbagai permasalahan dibahas, salah satunya adalah permasalahan kesetaraan gender dan perempuan. Berbagai perspektif disampaikan oleh akademisi yang hadir, tidak hanya dari permasalahan yang ada di Indonesia tetapi di berbagai belahan dunia.
Konferensi yang diadakan oleh Fakultas Ilmu Budaya bersama Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga (UNAIR) itu turut mengundang berbagai pembicara seperti Perancis, Finlandia, Mozambik, Jepang, India, Palestina, dan Iran. Acara tersebut diadakan pada Sabtu (12/11/2022) bertempat di ASEEC Tower Universitas Airlangga, Surabaya.
Muhammad Farhan yang merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) hadir pada konferensi tersebut. Farhan mewakili Lestari Moerdijat selaku Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Farhan mengatakan bahwa saat ini setiap negara tengah berusaha untuk bangkit dan pulih pasca mengalami krisis kesehatan global. “Pandemi memaksa beberapa sektor potensial untuk berhenti beroperasi yang menyebabkan krisis ekonomi. Masalah internal dan eksternal tidak dapat dihindari,” katanya.
Oleh sebab itu pada pidatonya, Farhan berpesan untuk negara-negara yang sedang berbenah untuk mengoptimalkan segala potensi yang ada dengan tetap menjunjung tinggi rasa kemanusiaan.
“Yang harus diperjuangkan semua elemen adalah mendorong bakat manusia, meningkatkan ilmu pengetahuan dengan keterampilan teknis, membangun infrastruktur, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kemampuan bela negara berdasarkan nilai dan budaya,” jelasnya.

“Pembentukan masa depan yang berakar pada kearifan lokal sehingga. Membentuk masa depan dengan inovasi teknologi yang sesuai nilai dan budaya. Dengan satu prioritas yaitu menempatkan manusia pada tempat tertinggi,” imbuhnya.
Kesetaraan Gender dan Masalah Perempuan
Kesetaraan gender dan permasalahan perempuan masih menjadi persoalan yang menjadi isu hangat untuk diperbincangkan, tidak hanya di Indonesia tapi seluruh dunia. Padahal perempuan memiliki peran yang besar terhadap peradaban suatu bangsa. Terbukti bahwa pahlawan-pahlawan bangsa tidak hanya laki-laki tetapi juga perempuan. Sebut saja RA Kartini dari Jepara, Dewi Sartika dari Jawa Barat, Cut Nyak Dien dari Aceh, dan masih banyak lagi.
Diskriminasi perempuan masih sering terjadi saat ini. Beberapa contoh di antaranya seperti perempuan tidak boleh sekolah yang tinggi karena nantinya akan menjadi ibu rumah tangga, perempuan tidak boleh berkarya karena tugasnya hanya mengurus rumah tangga, atau bahkan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan, dan masih banyak lagi.
Menanggapi permasalahan tersebut, Hortense Adloff yang merupakan akademisi sekaligus praktisi dari Perancis menegaskan bahwa perempuan harus memiliki kesetaraan yang sama dengan laki-laki.
“Perempuan ingin memiliki pengakuan yang sama dengan laki-laki. Yang bisa dilakukan adalah mempromosikan apa sebenarnya nilai-nilai yang dimiliki perempuan sehingga membuat mereka mendapat pengakuan. Ini bukan berbicara tentang kompetisi tapi tentang kehidupan manusia,” pungkasnya. (*)
Penulis: Icha Nur Imami Puspita
Editor: Binti Q. Masruroh