Universitas Airlangga Official Website

BEM FH Tekankan Pemahaman HAM Berat pada Aksi September Hitam

Sambutan presiden BEM FH UNAIR (Foto: Istimewa)
Sambutan presiden BEM FH UNAIR (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Kementerian kajian dan aksi strategis BEM FH UNAIR lakukan aksi rutin kamisan di pelataran Gedung A FH Kampus Dharmawangsa-B UNAIR. Aksi tersebut sebagai peringatan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, atau yang populer dengan sebutan “September Hitam”. Dito Zuhdi selaku presiden BEM FH UNAIR menyampaikan bahwa mahasiswa hukum selayaknya tidak lupa terhadap hilangnya beberapa aktivis di masa kelam.

Pada aksi September Hitam yang berlangsung Kamis (12/9/2024) mengundang pembicara yakni Shafira Noor Adlina (KontraS Surabaya) dan Taufiqurochim (LBH Surabaya). Rangkaian acara ini mulai dari menyanyikan lagu Indonesia Raya, lagu Darah Juang, lanjut dengan aksi monolog untuk mengenang beberapa tindakan pelanggaran HAM.

Shafira Noor Adlina, atau Shafira sapaannya, mengatakan bahwa setiap orang memiliki hak yang patut untuk diperjuangkan. HAM yang tidak terlaksana sepenuhnya, merupakan suatu tindakan pelanggaran. Lebih lanjut, menurutnya banyak tragedi pelanggaran HAM menjadi penting untuk segera terselesaikan dengan cara non-yudisial atau yudisial.

Foto bersama pemateri dengan para peserta September Hitam (Foto: Istimewa)
Foto bersama pemateri dengan para peserta September Hitam (Foto: Istimewa)

“Perlu peran dari semua pihak untuk membantu menyelesaikan tindakan pelanggaran HAM berat yang telah terjadi. Mahasiswa, tentunya memiliki peran untuk menuangkan pendapat dan keilmuannya dalam memberikan solusi kepada pihak berwenang dalam menuntaskan beberapa tindakan pelanggaran HAM berat,” ucapnya.

Shafira mengungkapkan bahwa sampai saat ini, belum ada penyelesaian yang jelas terhadap kasus pelanggaran HAM berat. Melalui mekanisme yudisial, juga belum memiliki kepastian hukum bagi keluarga para aktivis. “Harapannya mahasiswa mampu menyampaikan gagasannya, sebagai bentuk kontrol terhadap tindakan yang dirasa merugikan terhadap masyarakat,” ungkapnya.

Berbeda dengan Shafira, Taufiqurochim menjelaskan bahwa perkembangan aktivisme di dunia muncul setelah terbentuknya tatanan negara. Aktivisme merupakan aksi yang dilakukan oleh sekumpulan orang untuk melakukan perlawanan terhadap tindakan sewenang-wenang. “Menurut Hobbes, sifat natural manusia yakni serigala bagi serigala lainnya, yang artinya tindakan saling menyerang merupakan sifat asli dari manusia,” jelasnya.

“Dalam konteks kontrasosial, hak asasi manusia ketika dititipkan pada negara, dapat berakibat preventif atau represif dengan segala tindakan yang diatur. Sampai saat ini, untuk menyelesaikan kasus HAM berat, masih berdasarkan pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Padahal kasus HAM memiliki prosedur penyelesaian yang khusus untuk menciptakan rasa keadilan,” pungkasnya.

Penulis : M. Akmal Syawal

Editor : Yulia Rohmawati