Universitas Airlangga Official Website

BEM FKP Gandeng PPNI Gelar Diskusi Kesetaraan Profesional Tenaga Kesehatan

BEM FKP UNAIR adakan Diskusi Publik 2024 bersama Sekretaris DPW Jatim, Dr Misutarno S Kep Ns M Kep PH. (Foto: Dokumentasi Panitia)
BEM FKP UNAIR adakan Diskusi Publik 2024 bersama Sekretaris DPW Jatim, Dr Misutarno S Kep Ns M Kep PH. (Foto: Dokumentasi Panitia)

UNAIR NEWS – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Keperawatan (FKp) Universitas Airlangga (UNAIR) adakan kegiatan Diskusi Publik 2024. Acara tersebut mendatangkan narasumber dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Dr Misutarno S Kep Ns MKep PH, selaku Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPNI Jawa Timur. Aksi Diskusi Publik ini terlaksana di Gedung Kuliah Bersama (GKB), lantai lima, ruangan 9.05, Kampus MERR-C, UNAIR, Sabtu (14/8/2024).  

Diskusi Publik 2024 merupakan suatu program kerja tahunan di bawah naungan Departemen Kajian Isu dan Aksi Strategis (KASTRAT) BEM FKp. Endah Nabila Sutrisno Putri selaku ketua pelaksana menerangkan bahwa program tersebut telah terjalin lama dengan pihak PPNI. “Jadi, Diskusi Publik ini merupakan salah satu program kerja tahunan, sehingga bersifat turun temurun. Dan menjadi salah satu program besar BEM di tingkat fakultas,” ujarnya.

Pada kesempatan ini, Diskusi Publik FKp mengangkat tema “Membangun Kesetaraan Profesional Tenaga Kesehatan.” Pengambilan tema itu berlatar belakang dari banyaknya stigma serta stereotip perawat dalam pandangan masyarakat Indonesia. 

BEM FKP UNAIR adakan Diskusi Publik 2024 bersama Sekretaris DPW Jatim, Dr Misutarno S Kep Ns M Kep PH. (Foto: Dokumentasi Panitia)
BEM FKP UNAIR adakan Diskusi Publik 2024 bersama Sekretaris DPW Jatim, Dr Misutarno S Kep Ns M Kep PH. (Foto: Dokumentasi Panitia)

“Pembahasan atau tema yang diangkat ini berangkat dari berbagai isu yang sedang happening atau hype dalam dunia tenaga kesehatan (nakes), khususnya perawat. Nah, pada kesempatan ini kita semua setuju mengangkat terkait kesetaraan gender, sebab banyak yang masih berpikiran bahwa nakes rata-rata perempuan, sedangkan kesetaraan lainnya yang masih bersinggungan adalah terkait gaji. Hal ini, setau saya, sempat ada kasus di daerah pelosok bahwa ada penurunan gaji tenaga kesehatan, dan tanpa alasan,” jelas Endah.

Dr Misutarno dalam penyampaian materinya mengajak para peserta untuk berefleksi pada suatu pertanyaan terkait arti kesetaraan, juga tentang gender. “Apakah perawat haruslah seorang perempuan? Lantas bagaimana dengan posisi pimpinan pada umumnya? sedangkan kerap kali kesempatan yang menjadi pimpinan adalah laki-laki. Jadi, apa itu kesetaraan?” ujarnya.

Ia menerangkan bahwa sejatinya kesetaraan adalah setara dalam statusnya, haknya, bahkan kesempatannya pun sama. Tidak terdapat perbedaan antara perempuan dan laki-laki, sehingga tidak ada batasan gender dalam suatu profesi.

Kesetaraan yang ia bahas juga menyambung terkait hak dalam upah. Ia menyatakan bahwa PPNI telah memberikan pedoman terkait hak gaji bagi tenaga kesehatan di Indonesia. “Berdasarkan PPNI, pedoman ini sudah dibagikan pada tahun 2023 ke seluruh provinsi di Indonesia bahkan tingkat kabupaten. Undang-undang Kesehatan No 36 tahun 2014, menyatakan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan. Kemudian Undang-undang No 13 Tahun 2003, Pasal 1 Poin 1 tentang ketenagakerjaan, bahwa pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah,” jelasnya.

Kemudian, terkait gaji, ia juga menegaskan bahwa kasus keragaman gaji oleh tenaga kesehatan ini, dipengaruhi oleh kebijakan UMR masing-masing. “Dan untuk gaji, mengapa bervariasi? hal tersebut kembali pada UMR masing-masing daerah. Jadi, apakah bisa gaji setara satu Indonesia? mama, tidak bisa, sebab tergantung dari UMR tersebut,” tegasnya.

Dalam forum tersebut Dr Misutarno berpesan untuk berhati-hati saat telah dinyatakan diterima dalam suatu pekerjaan. Pasalnya, banyak kasus yang terjadi oleh sebab penandatanganan kontrak kerja. “Tolong untuk perhatikan kontrak kerja, saat awal pekerjaan. Jangan asal tanda tangan atau terburu-buru untuk menandatangani. Ketelitian itu harus diperhatikan, supaya tidak menyulitkan diri, sehingga merugikan di belakang hari,” pesannya. 

Penulis: Annisa Nabila

Editor: Yulia Rohmawati