UNAIR NEWS – Kementerian Pemberdayaan Perempuan BEM Universitas Airlangga mengadakan Kajian Rutin (Karin), edisi pertama di RK Propadause FK UNAIR, Jum’at (24/08). Mengusung tema “Pernikahan Dini, Antara Fitrah dan Musibah?” kajian rutin itu menuai kesuksesan melebih ekspetasi. Terbukti dari jumlah peserta yang hadir sekitar 271 peserta. Padahal sebelumnya, Kementerian PP BEM UNAIR hanya menakar sekitar 50 peserta.
“Sebelumnya, kajian akan ditempatkan di Aula Student Center lantai 2 Kampus C UNAIR terpaksa dialihkan di RK Propadus FK Kampus A untuk memenuhi kuota pendaftar,” tutur Aprilia Aris Tanti, Staff Kementerian PP BEM UNAIR
Kajian dibuka dengan sambutan Presiden BEM UNAIR Galuh Teja Sakti yang menentang adanya pernikahan dini, bila ditinjau dari segi hukum. Menurutnya, batas usia minimal menikah yang diberlakukan tidak sesuai dengan kondisi mental dan seksual para pelaku pernikahan.
“Berdasar UU Nomor 1 Tahun 1974 batas minimal diperbolehkan menikah adalah usia 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan,” terangnya.
Pada kajian rutin dihadirkan pembicara drg. Luluk Farida yang merupakan salah satu penulis buku I Click to Nikah. Luluk mengupas tuntas pernikahan dini didasarkan pada sudut pandang Islam. Menurutnya, menikah sesungguhnya merupakan solusi dari pemenuhan fitrah manusia yaitu naluri nau’ (kasih sayang melestarikan jenis). Dalam syariat, menikah tidak ada batasan usia, batasannya adalah mampu. Mampu dalam hal ini bukan masalah harta tetapi mental dan fisik yang siap menanggung kehidupan pernikahan.
Luluk turut menjelaskan perlunya upaya edukasi pernikahan dini sejak usia pra baligh dalam rangka memahami beban amanah menikah yang bukan sekedar hasrat seksual sesaat. Perlu digarisbawahi, tandasny, larangan menikah demi mendewasakan usia baik laki-laki dan perempuan justru bisa memicu para generasi muda menyalurkan tindakan yang dilarang syariat agama seperti pacaran dan free sex.
“Pembatalan pernikahan anak yang masih berusia dini, ataupun peningkatan batas usia menikah secara legal di Indonesia melalui undang-undang bukanlah solusi,” tegas Luluk
“Bagi laki-laki wajib melatih kemandirian, mampu bekerja, dan lepas dari tanggung jawab orang tua. Sementara bagi anak perempuan disiapkan mental dan ketrampilan yang dibutuhkan dalam rumah tangga,” pungkas Luluk
Penulis: Tunjung Senja Widuri
Editor: Nuri Hermawan