Universitas Airlangga Official Website

BHAGALEN, Produk Injeksi Bagi Penderita Osteoporosis Luncuran Tim Dosen Farmasi UNAIR

Potret Pengenalan Produk BHAGALEN (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Salah satu kelompok beranggotakan dosen dan mahasiswa Universitas Airlangga yang diinventori oleh Dr Aniek Setiya Budiatin, M Si, A Pt, memperkenalkan produk luncuran terbaru mereka dengan nama “BHAGALEN” pada Kamis (16/06/2022). Pemaparannya dilangsungkan oleh Sakinato Mazidda S Pt.

BHAGALEN merupakan formulasi injeksi berbasis bovin hidroksiapatit, gelatin, dan alendronat yang disediakan dalam bentuk pasta dan nantinya disuntikkan ke bagian tulang penderita osteoporosis.

Aniek menjelaskan bahwa produk ini terbilang unik karena berbeda dari obat osteoporosis yang lazim beredar. “Karena selama ini kan obat untuk osteoporosis itu secara oral, sedangkan jika secara oral itu efek sampingnya banyak dan perlu waktu lama,” jelasnya. 

Jika dengan produk injeksi ini, lanjutnya, dokter bisa memilih secara lokal tulang bagian mana yang mengalami osteoporosis dan efek samping obat oral dapat terhindari. Kabar baiknya, setelah menjalani uji praklinik untuk BHAGALEN, Samirah, S Si, Sp FRS, A Pt mengaku bahwa tidak ada efek samping yang ditimbulkan dan proses penyembuhan tulang juga bisa menjadi lebih singkat, yakni sekitar empat minggu.

Secara lebih lanjut, Dyah Hikmawati, S Si, M Si, salah satu anggota peluncur produk yang juga dosen Fisika dan Teknik Biomedik FST UNAIR menjawab alasannya, yaitu BHAGALEN mengandung zat-zat yang sangat mirip dengan komposisi tulang sehingga ada keterkaitan dengan penyebab osteoporosis sendiri.

“Kalau hidroksiapatit itu memang sebagai asupan kalsium untuk bahan pertumbuhan tulang, gelatinnya sendiri mendukung growth factor yang dapat mempercepat pertumbuhan tulang, dan alendronat itu fungsinya untuk menahan osteoklas yang meluruhkan tulang,” papar Dyah. 

Menanggapi terkait kelemahan produksi, Dyah mengungkap bahwa pasar yang disasar memang banyak, tapi tetap membutuhkan dukungan dari pihak terkait. “Kita tidak bisa sendiri, harus ada kerja sama dengan menarik industri dan dokter ortopedi karena produknya adalah alat kesehatan yang membutuhkan keahlian dokter,” jelasnya.

Ketika ditanya untuk kesiapan edar, keempatnya setuju untuk berusaha memulai berbagai pengujian agar mendapat izin edar hingga akhirnya bisa digunakan sesuai resep dokter. “Untuk kemungkinan terdekat, kita sempurnakan dulu dari sisi uji in vivo, jadi setelah dari industri sudah oke, baru bisa dilanjutkan dengan tahap selanjutnya, yaitu uji klinik yang memang baru bisa dilakukan jika produk sudah masuk ke sektor industri atau bergabung ke lembaga Pemerintah,” jelas Samirah.

Penulis: Leivina Ariani Sugiharto Putri

Editor: Nuri Hermawan