UNAIR NEWS – Guyonan tentang Mukidi yang lagi “booming” di media sosial sesungguhnya adalah hal yang lumrah. Dalam masyarakat tradisional, kisah fiktif biasanya dimunculkan di media tradisional seperti ludruk, ketoprak dan lain-lain. Yang lazimnya, dikembangkan oleh seniman atau komedian.
Kisah Mukidi yang innocent dan lucu, lahir dari kondisi masyarakat yang sedang stress. Kisah ini mirip munculnya Mati Ketawa ala Rusia. Ketika itu, Rusia merupakan negara yang tirani dan tertutup. Dengan rezim yang otoriter. Ada juga joke tentang Haji Lulung yang sempat banyak muncul di media sosial.
“Mukidi lahir di alam bebas. Tetapi, tingkat stress masyarakat relatif sama. Terutama, menghadapi ketidakpastian politik, hukum dan ekonomi,” demikian telaah pakar komunikasi UNAIR Suko Widodo.
Setidaknya, ada dua faktor yang menjadikan Mukidi “booming”. Yakni, kondisi sosial yang penuh tekanan sehingga warga butuh penghiburan diri dan sarana komunikasi yang memungkinkan menyebarkan kisah dengan cakupan luas. “Media sosial yang perkembangannya begitu masif membuat cerita Mukidi mudah tersebar. Tapi, isu terus berganti. Kisah ini tak akan lama, dan bakal hilang sendiri,” kata dia. (*)
Penulis: Rio F. Rachman