UNAIR NEWS – Mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI tahun 2009-2014 Muhaimin Iskandar ingin mendirikan pusat studi multikulturalisme di Universitas Airlangga. Keinginan itu menyusul dirinya yang akan mendapatkan anugerah gelar doktor honoris causa di UNAIR pada Selasa (3/10) mendatang.
Tokoh nasional yang akrab disapa Cak Imin tersebut mengutarakan hal itu dalam konferensi pers yang dilaksanakan di Ruang Rektor, Kantor Manajemen UNAIR, Senin (2/10).
“Ada keinginan saya bahwa UNAIR sebagai pusat IPTEK tidak jadi menara gading, tapi berperan langsung di dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Salah satu yang belum ada di tanah air kita adalah pusat studi multikultural atau pusat studi kebinekaan,” ujar Cak Imin.
Laki-laki kelahiran Jombang 51 tahun silam itu mengatakan, pusat studi multikulturalisme ini akan menjadi satu-satunya yang ada di Indonesia. Pusat studi ini diharapkan dapat menutup berbagai ancaman kebinekaan yang selama ini sering menjadi polemik tersendiri di Indonesia.
“Senergi fraksi maupun organ kemasyarakatan bisa dilibatkan untuk solusi potensi terutama bidang kajian ini. Saya siap untuk mengerahkan potensi-potensi dari berbagai kalangan yang sebagian dari pusat studi kebinekaan,” terangnya.
Pernyataan Cak Imin itu disambut baik oleh Rektor UNAIR Prof Moh Nasih. Dihadapan awak media Nasih mengatakan, pusat studi multikulturalisme ini sedang disiapkan untuk dibuka di UNAIR.
“Ini sedang kita siapkan. Karena kalau di UNAIR tidak mudah bikin itu (pusat studi, -red). Tempatnya masih kita pilih mana yang cocok dan sesuai. Nanti kalau sudah siap Insya Allah Cak Imin akan datang lagi,” ujar Rektor UNAIR.
Di akhri Nasih kembali menegaskan, dengan dibukanya pusat studi multikulturalisme di perguruan tinggi dalam hal ini UNAIR, dapat mengilmiahkan ukhuwah basyariyah (persaudaraan kemanusian) yang selama ini banyak diajarkan di kalangan pondok pesantren.
“Banyak pemikiran Cak Imin dan kalangan NU. Kalau munculnya dari sana (kalangan NU, -red) dianggap selalu kurang ilmiah. Kalau munculnya dari kalangan kampus tentu rasanya beda, magnetnya beda. Kita ingin mendorong dan terus mengembangkan hal-hal yang seperti itu,” terang Nasih. (*)
Penulis : Binti Q. Masruroh
Editor : Nuri Hermawan