Universitas Airlangga Official Website

Catatan Kritis Kemenlu RI Atas Mekanisme Penyelesaian Sengketa di ASEAN

Suasana kuliah umum FH UNAIR bersama Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemenlu RI Abdul Kadir Jailani (tengah). (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – FH UNAIR menggelar kuliah umum secara luring di Gedung A FH UNAIR pada Sabtu pagi (4/6/2022). Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI Abdul Kadir Jailani dihadirkan sebagai pemateri, untuk membahas mengenai mekanisme penyelesaian sengketa (dispute settlement mechanism/DSM) di ASEAN.

Premis kuliah yang diberikan oleh Abdul adalah catatan kritis mengenai DSM di ASEAN. Ia menjelaskan bahwa mekanisme di ASEAN masih belum progresif dan membingungkan. DSM ASEAN dapat dibagi menjadi empat kotak, yaitu mekanisme sengketa mengenai instrumen ASEAN; mekanisme sengketa mengenai non-ASEAN instrument;  mekanisme mengenai sengketa perjanjian ekonomi; dan mekanisme sengketa terkait interpretasi ASEAN Charter dan instrumen ASEAN lainnya.

“Masalahnya disini tidak ada definisi jelas mengenai mana yang instrumen ASEAN dan mana yang bukan. Pernah diperjelas bahwa instrumen ASEAN adalah perjanjian yang dilakukan oleh anggota ASEAN dalam kapasitasnya sebagai anggota ASEAN. Lantas, bagaimana perjanjian anggota ASEAN yang melibatkan negara non-ASEAN? Apakah ia dapat disebut instrumen ASEAN atau tidak? Ada legal uncertainty disana,” ujar alumni FH UNAIR itu.

Abdul juga mengkritisi bagaimana sistem DSM ASEAN menyediakan mekanisme penyelesaian yang berbeda-beda dan mutually exclusive, tanpa ada pertimbangan hukum (ratio legis) yang spesifik. Hal ini menjadikan DSM di ASEAN sebagai suatu sistem yang kompleks dan multilayered, sesuatu yang tidak seharusnya demikian dalam sistem hukum.

“Pada praktiknya, DSM di ASEAN tidak pernah dipakai oleh negara-negara ASEAN. Keengganan ini bermuasal pada sistem yang tidak dapat diprediksi, padahal salah satu keharusan dalam suatu sistem hukum adalah prediktabilitas,” tegas mantan Duta Besar Indonesia untuk Kanada itu.

Satu aspek yang perlu dicatat menurut Abdul adalah kultur hukum yaitu the ASEAN way. Negara ASEAN cenderung untuk menghindari sengketa hukum, dan lebih mengedepankan dialog. Meski negara ASEAN pada akhirnya harus bersengketa, mekanisme DSM ini tidak dipilih dan penyelesaiannya langsung ke World Trade Organization (WTO).

“Pendekatan non-legalistik ini juga menjadi problem dalam pengembangan sistem DSM di ASEAN. Kedepannya, pembaharuan sistem ini harus mementingkan prediktabilitas dan kestabilan agar problem-problem institusional tersebut bisa diatasi. ASEAN ini memiliki potensi dan masa depan yang sangat menjanjikan, dan realisasinya harus ditopang dengan rule-based atau pendekatan yang legalistik,” tutupnya.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan