UNAIR NEWS – Pasca operasi bedah terbuka pada rongga perut, organ-organ dan daerah sekitarnya berpotensi mengalami perlekatan atau adhesi peritoneal. Padahal adhesi tersebut dapat membelit dan menarik organ dari tempatnya sekaligus merupakan penyebab utama penyumbatan saluran usus (obstruksi usus). Sehingga jika obstruksi usus ini tidak ditangani dengan benar maka akan sangat berbahaya, sebab isi usus tidak akan dapat melewati usus, lalu menyebabkan kram perut, mual, dan muntah, hingga kematian usus.
Guna mencegah risiko terjadinya perlekatan tersebut, lima mahasiswa prodi Teknobiomedik Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga, berhasil membuat cairan antiadhesi yang diberi nama injectable hydrogel antiadhesi. Mahasiswa tersebut adalah Retno Witantri, Hervina Zaprilla, Agrippina Waya Rahmaning Gusti, Aisyah Ayu Rahmawati, dan Wilda Kholida Annaqiyah.
Mereka kemudian mengajukan penelitian ini dalam Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian Eksakta (PKMPE) dan berhasil meraih hibah dana penelitian dari Kemenristek Dikti. Dibawah bimbingan Dr. Prihartini Widiyanti, drg., M.Kes., mereka menyusun proposal bertajuk ”Paduan Kitosan-hyaluronic Acid Sebagai Injectable Hydrogel untuk Agen Antiadhesi Peritoneal Pasca Operasi Terbuka”.
”Dalam aplikasinya, cairan antiadhesi akan disuntikkan tepat sebelum sayatan pada perut ditutup. Yang awalnya injectable hydrogel itu berbentuk cair, namun setelah disuntikkan akan memadat menjadi gel. Jadi gel itu berfungsi sebagai penghalang fisik sementara pada dua permukaan organ yang luka, saat fase penyembuhan berlangsung,” kata Retno, Ketua Tim PKMPE kepada wartawan.

Injectable hydrogel tersebut dibuat dari hyaluronic acid (HA) dan kitosan. HA dipilih karena merupakan komponen utama dari ekstraselular matriks (ECM). Selain itu HA juga biokompatibel, biodegradabel, dan mampu mempengaruhi proses penyembuhan peritoneal (remesothelialisasi), dan pembentuk gel yang baik. Sedangkan kitosan, selain biokompatibel, juga diketahui sebagai material antibakteri, mudah dimodifikasi secara kimiawi dan bersifat hemostatik (menghentikan pendarahan).
Hasil uji swelling menunjukkan hidrogel memiliki nilai rasio swelling 172-214% yang memenuhi standar rasio swelling untuk aplikasi pencegahan adhesi, yakni sebesar 123-225%. Kemudian dari uji degradasi, hidrogel mampu terdegradasi mencapai 85% pada hari ke-9 dinilai cukup baik ketika dihubungkan dengan waktu penyembuhan membran rongga perut (peritonium) yang berlangsung antara 5-8 hari. Melalui uji sitotoksisitas, hidrogel tersebut juga terbukti tidak toksik dan aman disuntikkan dalam tubuh.
“Melalui testimoninya kepada tim kami, dr. Herry Wibowo, Sp.B, M.Kes menuturkan meski setiap kali selesai operasi dan organ dalam perut dibersihkan, tetap saja risiko adhesi peritonial itu masih ada. Ini yang membuat kami semakin yakin bahwa Indonesia sangat membutuhkan antiadhesi ini,” kata Retno Witantri mengutip dokter ahli bedah tersebut. (*)
Editor : Bambang Bes