UNAIR NEWS – IUP Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) gelar Talkshow bersama mahasiswanya yang sedang mengikuti program pertukaran pelajar di luar negeri pada Selasa (19/3/2024). Mereka adalah Frestiani Rahadian Sitoresmi dan Haura Zahra Madina. Program International Undergraduate Program (IUP) merupakan kelas internasional yang ada di UNAIR dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa inggris. Kelas ini memungkinkan mahasiswa untuk belajar di luar negeri.
Frestiani Rahadian Sitoresmi, mahasiswa IUP Psikologi angkatan 2020 itu mengatakan selama kuliah di UNAIR ia meraih meraih Awardee IISMA 2022 dan Exchange di Korea pada tahun 2023. Ia menjelaskan perbedaan budaya sangat terasa. Korea yang warganya lebih suka individual sangat kontras dengan sifat warga Indonesia yang lebih suka berkumpul bersama.
“Orang Korea punya stereotype untuk orang Indonesia. Jika ada orang yang berkumpul bersama di jalan maka mereka adalah orang Indonesia,” ujar Frestiani.
Menurutnya, ia merasa kesulitan saat mencari makanan di sana, karena mayoritas penduduknya beragama non-muslim, sehingga membuat makanan halal sulit ia temui. Kendati demikian, Frestiani merasa senang kuliah di sana. Ia mengaku, terdapat program yang membuat mahasiswa Exchange berteman dan tinggal bersama dengan satu orang lokal. Hal itu membuat Frestiani dapat lebih nyaman untuk tinggal di Negeri Ginseng tersebut.
“Saya juga pernah ketika mengecek komposisi makanan di swalayan, disangka pencuri dan terpaksa harus menjelaskan kepada penjaga tokonya dengan bahasa Korea seadanya,” ucapnya.
Sementara itu, Haura Zahra Madina, mahasiswa IUP Psikologi UNAIR angkatan 2021 memiliki pengalaman berbeda dengan mengikuti Exchange di Universiti Malaya pada 2023. Ia menjelaskan, kurikulum perkuliahan Malaysia sedikit berbeda dengan Indonesia. Kurikulum tersebut mengizinkan mahasiswanya bebas memilih mata kuliah yang tidak berkaitan dengan program studi di perguruan tinggi asal.
“Jadi aku pernah mengambil mata kuliah AI for Everyone yang mana itu benar-benar baru buat aku,” ujar Zahra.
Ia juga menjelaskan tantangan berkuliah di Malaysia adalah bahasa yang mereka gunakan. Para dosen pengampu mata kuliah di sana biasanya memadukan bahasa Inggris dan Melayu. Keadaan ini membuatnya kesulitan dalam komunikasi.
“Ada beberapa dosen yang menggunakan bahasa campuran Inggris dan Melayu, jadi kami sedikit kesulitan dalam memahaminya,” terang mahasiswa semester 6 tersebut.
Penulis: Muhammad Kahlil Gibran
Editor: Khefti Al Mawalia