UNAIR NEWS – Survival Food merupakan salah satu karya Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Penelitian Eksata (PKM-PE) Universitas Airlangga (UNAIR) yang membanggakan. Pasalnya, ide yang digagas oleh mahasiswa dari Fakultas Sains dan Teknologi (FST), yaitu Ningsih Putri Herman (2017) dan Melly Octaviany (2016) serta Tya Wahyun Kurniawati (2017) dari Fakultas Keperawatan (FKp) itu berhasil memboyong medali perak pada kategori presentasi di ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-32.
Dibalik prestasi itu, ternyata penelitian yang Ningsih dan timnya lakukan tidak selalu berjalan mulus. Apalagi penelitian mengenai nanotechnology yang masih dianggap baru bagi tim dan sangat menguras waktu, pikiran, serta tenaga.
“Awalnya sempat terbesit pikiran menyerah di tengah penelitian. Karena memang tidak ada penelitian tanpa kendala. Apalagi topik nanotechnology yang tergolong baru bagi kami,” ungkap Ningsih.
“Kami pikir penelitian kami nggak bakal berhasil untuk menghasilkan suatu nanofiber,” lanjutnya.
Pada kompetisi yang diselenggarakan di Universitas Udayana, Bali (26-31/8/2019) itu, tim Survival Food mendapat banyak pengalaman menarik. Menurut Ningsih, sensasi kompetisi PIMNAS sangat berbeda dengan lomba karya tulis biasa.
“Kami bertemu dengan orang-orang dari penjuru negeri, yang datang dengan ambisi dan topik penelitian yang berbeda-beda tapi satu visi, yaitu demi kemajuan negara tercinta,” ujarnya.
Bertemu dengan guru-guru dan teman-teman baru juga menjadi pengalaman yang tak terlupakan. “Geregetan juga karena merasakan berdiri bersama orang-orang hebat dari berbagai daerah di Indonesia,” katanya.
Berangkat dari sebuah permasalahan sederhana, tim Ningsih dan tim mulai menggagas penelitian sejak September 2018. Gagasan tersebut kemudian dituangkan pada proposal PKM-PE dengan judul “Aplikasi Nanotechnology Pada Survival Food Sebagai Upaya Meningkatkan Ketahanan Hidup Korban Bencana”.
“Awalnya kami terinspirasi dari maraknya bencana yang terjadi di Indonesia. Ada korban bencana yang bisa selamat bahkan setelah 78 jam terjebak dengan meminum urinnya sendiri,” ungkapnya.
Menurut Ningsih, mudah saja mencari ide untuk dikembangkan menjadi PKM. Salah satu kuncinya adalah diperlukan peka lingkungan yang tinggi karena ide berawal dari sebuah permasalahan. Bahkan permasalahan kecil di sekitar kita bisa menjadi ide PKM yang cemerlang.
“Ide yang diinginkan untuk PKM adalah yang sifatnya membawa manfaat bagi masyarakat dan negara. Perhatikan masyarakat sekeliling, gali ide dari hal-hal sekecil mungkin yang tidak pernah diperhatikan orang lain sebelumnya. Karena hal kecil bisa jadi besar dengan ilmu pengetahuan,” katanya.
“Oh iya, ide kreatif itu bisanya berawal dari pemanfaatan sesuatu yang sebelumnya tidak bernilai. Atau bisa juga melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan,” tambah dia.
Ningsih menuturkan jika ke depan, penelitian itu akan terus berlanjut dan akan terus disempurnakan. “Untuk dapat dipasarkan, mungkin dilakukan setelah rencana penelitian kami terlaksana, membutuhkan waktu kurang lebih 3 tahun. Karena memang perlu penyempurnaan-penyempurnaan lainnya,” ucap dia. (*)
Penulis: Erika Eight Novanty
Editor: Feri Feronia Rifa’i