Universitas Airlangga Official Website

Dampak dari Adanya Ruang Rawat Inap untuk Pasien HIV terhadap Kewaspadaan Standard Tenaga Kesehatan

Ilustrasi oleh jec.co.id

Tenaga kesehatan merupakan kelompok yang memiliki resiko tinggi untuk terpapar darah atau cairan tubuh lainnya ketika bekerja. Darah atau cairan tubuh lainnya merupakan media untuk penularan berbagai penyakit seperti Hepatitis B, Hepatitis C, atau Human Immunodeficiency Virus (HIV). Untuk mengurangi resiko dari paparan tersebut, diterapkanlah kewaspadaan standard bagi tenaga kesehatan. Selain itu, kewaspadaan standard juga berguna untuk mencegah infeksi dari pasien satu ke pasien lainnya oleh tenaga kesehatan. Namun begitu, penerapan kewaspadaan standard di negara berkembang termasuk di Indonesia masih sangatlah rendah. Penelitian yang dilakukan di salah satu rumah sakit pendidikan menunjukkan bahwa sebanyak 95% dari tenaga kesehatan memiliki kepatuhan yang rendah terhadap kewaspadaan standard tersebut.

Dari segala penyakit yang bisa ditularkan melalui paparan darah ataupun cairan tubuh lainnya, HIV merupakan penyakit yang paling banyak mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Hal ini dikarenakan HIV seringkali dikonotasikan sebagai akibat dari pergaulan bebas atau penggunaan obat-obatan terlarang. Namun begitu, kemungkinan penularan HIV melalui paparan darah atau cairan tubuh lainnya 30x lipat lebih rendah dibandingkan penularan oleh karena Hepatitis C dan 100x lipat lebih rendah dibandingkan penularan oleh karena Hepatitis B. Sayangnya, walaupun para tenaga kesehatan juga sudah mengetahui hal tersebut, studi tetap membuktikan bahwa mereka lebih takut untuk menghadapi pasien dengan HIV dibandingkan menghadapi pasien dengan Hepatitis B ataupun Hepatitis C. Penelitian-penelitian di Indonesia juga menunjukkan bahwa stigma terhadap penderita HIV oleh tenaga kesehatan masih cukup tinggi.

Terlepas dari adanya stigma tersebut, ada beberapa rumah sakit milik pemerintah yang memisahkan antara pasien penderita HIV dengan pasien lainnya. Hal ini dikarenakan pasien dengan HIV memiliki sistem imun yang lemah, sehingga mereka mudah terjangkit penyakit-penyakit lainnya. Atas dasar hal tersebut, rumah sakit ingin mengurangi kemungkinan penularan penyakit pasien non-HIV dengan pasien HIV. Namun, belum ada evaluasi yang dilakukan untuk melihat bagaimana dampak dari pemisahan tersebut terhadap kepatuhan kewaspadaan standard tenaga kesehatan selama bertugas di dua ruang rawat inap tersebut.

Pada penelitian yang kami lakukan di tahun 2017, kami melakukan evaluasi terhadap kepatuhan kewaspadaan standard Dokter Muda (DM) saat mereka bertugas di ruang rawat inap biasa dan ruang rawat inap khusus HIV. Kami menemukan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara penggunaan masker, penggunaan sarung tangan, dan penerapan protokol cuci tangan di ruang rawat inap biasa dengan di ruang rawat inap khusus pasien HIV, dimana mereka lebih menerapkan kewaspadaan standard di ruang rawat inap biasa. Lebih dari 90% dari DM yang menjadi responden dari penelitian kami menyampaikan bahwa mereka lebih berhati-hati dalam menerapkan kewaspadaan standard ketika mereka berada di ruang rawat inap HIV dibandingkan dengan ketika mereka berada di ruang rawat inap biasa.

Dari penelitian yang kami lakukan, bisa ditarik kesimpulan bahwa pemisahan ruang rawat inap antara pasien HIV dengan pasien biasa memberikan dampak yang kurang bagus terhadap kepatuhan tenaga kesehatan dalam menerapkan kewaspadaan standard saat merawat pasien. Oleh karena itu, para pemangku kebijakan diharapkan untuk bisa mengevaluasi ulang keputusan untuk memisahkan ruang rawat inap antara pasien penderita HIV dengan pasien biasa dari sudut pandang ini.

Penulis: dr. Firas Farisi Alkaff

Informasi lebih lanjut terkait artikel ini dapat dilihat di: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7325780/

Alkaff FF, Salamah S, Syamlan AT, Sukmajaya WP, Nugraha RA, Jonatan M, Sulistiawati. Standard precaution adherence among clinical medical students in HIV and non-HIV ward in Indonesia. J Edu Health Promot 2020;9:122.