UNAIR NEWS – Tak kunjung reda, Perang Rusia-Ukraina yang kini memasuki hari ke-86 dinilai dapat berdampak negatif jangka panjang terhadap pasar investasi Rusia. Hal itu disampaikan oleh Dr Mas Rahmah SH MH LLM dalam webinar bertajuk Illegal Invasion By Russia In Ukraine : Impact On Trade and Investment yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (UNAIR).
Dosen Program Studi Sains Hukum dan Pembangunan tersebut mengungkapkan, akibat invasi Rusia ke Ukraina nilai indeks Moscow Exchange Rusia Index (MOEX) mengalami penurunan sebesar 33 persen yang merupakan terbesar dalam sejak krisis tahun 2008. Hal tersebut tak lepas dari adanya sanksi ekonomi serta penarikan investor dari negara barat terhadap perusahaan Rusia yang mengganggu rantai pasokan suku cadang dan bahan penting.
“Ditambah lagi saat ini pasar juga lebih terfokus pada konflik daripada peluang investasi dalam perekonomian,” imbuhnya.
Selain terhadap bursa saham, Mas Rahmah mengungkapkan adanya konflik di suatu negara juga dapat mengalihkan Investasi Negara Asing (FDI). Ia mengungkapkan, negara terdampak konflik dapat menurunkan jumlah proyek investasi asing hingga 33 persen. Sedangkan nilai modal yang diinvestasikan dapat menurun rata-rata hingga 90 persen.
“Hal itu tak lepas dari ketakutan terhadap potensi instabilitas ekonomi akibat konflik di suatu negara,” ujarnya dalam webinar hybrid Kamis (19/05/22).
Mas Rahmah juga menjelaskan, invasi suatu negara bisa berdampak negatif, mulai dari pra hingga pasca konflik terjadi. Ia mengungkapkan, bahkan sebelum konflik terjadi, penurunan FDI juga bisa terjadi karena investor bisa memprediksi timbulnya konflik.
“Karena dengan pertimbangan stabilitas makroekonomi dan politik, berinvestasi ke negara yang berkonflik biasanya dianggap berisiko tinggi. Oleh karenanya, pasca konflik negara harus kembali meyakinkan investor asing melalui kebijakan-kebijakan pemerintahan,” ungkapnya yang hadir secara langsung di Aula Pancasila FH UNAIR.
Meski begitu, Mas Rahmah mengungkapkan ada juga beberapa sektor investasi yang bisa bertahan dan lebih stabil meski di tengah konflik khususnya sektor primer seperti pangan dan energi. “Misalnya Cargill AS dan Cofco China yang berinvestasi dalam logistik pertanian, Nexans prancis dan Fujikura Jepang yang membangun fasilitas produksi di Lviv,” terangnya.
Yang menarik, Mas Rahmah mengungkapkan bahwa meski konflik berdampak secara signifikan terhadap investasi suatu negara, namun faktanya kebijakan politik negara terhadap investasi lah yang mempengaruhi jumlah investasi di negara tersebut. Ia menjelaskan bahwa konflik militer hanya berdampak 14-15 persen terhadap investasi, sedangkan perubahan kebijakan bisa mempengaruhi 62 persen.
“Perubahan peraturan sewenang-wenang, intervensi pemerintah terhadap investasi dan regulasi terhadap jaminan negara kepada investor adalah kekhawatiran terbesar yang dimiliki para investor sebelum berinvestasi ke negara,” ungkapnya. (*)
Penulis : Ivan Syahrial Abidin
Editor : Binti Q Masruroh