UNAIR NEWS – Kualitas udara dalam ruangan berdampak penting terhadap kesehatan mental seseorang. Topik tersebut menjadi bahasan dalam kuliah tamu yang bertajuk The Role of Indoor Air Quality in Enhancing Workplace Mental Health yang berlangsung di Aula Soemarto, FKM UNAIR. Kegiatan yang dilaksanakan pada Rabu (7/5/2025) itu menggandeng Prof Dr Juliana Jalaludin B SC M SC Ph D dari Universiti Putra Malaysia.
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Prof Dr Santi Martini dr M Kes dalam sambutannya mengatakan bahwa topik itu menjadi bahasan yang penting karena berkaitan dengan kesehatan mental. “Antara polusi dan kesehatan mental ternyata ada hubungannya,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa selama ini kebanyakan topik kesehatan mental dihubungkan dengan interaksi interpersonal. Tidak hanya itu, ia juga menjelaskan bahwa topik kesehatan mental kini banyak menjadi prioritas apalagi semenjak pandemi Covid-19.
“Adanya Covid-19 memaksa orang untuk bekerja sendiri karena pembatasan sosial. Hal itu bisa menjadi pemicu mental kita terganggu,” tuturnya.
Melalui kuliah tamu, ia berharap dapat memperluas wawasan bahwasanya kesehatan mental tidak hanya disebabkan oleh gangguan dalam hubungan interpersonal melainkan juga karena faktor lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan. “Kuliah tamu ini menjadi upaya kita untuk mempelajari bagaimana gangguan kesehatan mental bisa diakibatkan oleh polusi udara dalam ruangan. Sehingga, kita dapat melakukan mitigasi untuk meminimalisir risiko terjadinya gangguan kesehatan mental,” tegasnya.
Fakta Penting
Prof Dr Juliana Jalaludin B SC M SC Ph D menyebutkan bahwa dalam penelitian global menunjukkan lebih dari 90 persen orang menghabiskan waktunya di dalam ruangan. “Lebih dari 90 persen tergantung pada usia. Misalnya bayi akan lebih lama menghabiskan waktunya di dalam ruangan,” jelasnya. Lamanya waktu yang dihabiskan manusia di dalam ruangan menjadi salah satu alasan mengapa penting memperhatikan kualitas udara dalam ruangan.
Prof Juliana juga mengungkapkan bahwa udara dalam ruangan ternyata mengandung lebih banyak polutan dibandingkan di luar. “Polutan dalam ruangan jumlahnya 2 hingga 5 kali lebih banyak daripada polutan di luar ruangan,” tuturnya. Ia menjelaskan bahwa dampaknya manusia akan terpapar lebih banyak polutan meskipun sedang di dalam ruangan.
Polusi udara dalam ruangan, sambungnya, dapat disebabkan oleh berbagai hal salah satunya bangunan yang saling berdempet sehingga tidak memiliki ventilasi udara. Hal tersebut menyebabkan tidak adanya pertukaran udara. Udara segar dari luar tidak dapat masuk ke ruangan, begitupun dengan udara kotor dari dalam ruangan tidak dapat lepas ke luar sehingga kualitas udara dalam ruangan menjadi buruk.
Dampak pada Kesehatan Mental
Prof Juliana menyebutkan beberapa contoh dampak polusi udara dalam ruangan dapat mengganggu kesehatan mental. Ia menyebut bahwa VOC (Volatile Organic Compound) yang merupakan senyawa organik yang mudah menguap di udara dapat menyebabkan stres fisiologis. VOC dapat berasal dari bahan pelapis furnitur, tiner, atau cat dinding yang uapnya dapat terhirup manusia.
“VOC memberikan efek toksik pada tubuh manusia dan dapat menyebabkan stres fisiologis,” jelasnya.
Di samping itu, udara yang tidak fresh misalnya mengandung banyak karbondioksida atau CO2 juga disebut dapat mengakibatkan brain fog. Brain fog merupakan kelelahan mental yang menyebabkan gangguan kognitif seperti tidak fokus atau kebingungan. “Kadar karbon dioksida yang tinggi dapat berdampak pada kemampuan kognitif seseorang. Sebagai mahasiswa, jangan mengerjakan tugas di ruangan yang mengandung banyak karbon dioksida,” pesannya.
Tak hanya itu, ia juga menjelaskan bagaimana debu dapat berdampak pada gangguan mental. Ia menuturkan bahwa debu yang terhirup dapat mengganggu keseimbangan hormon endokrin manusia. Gangguan pada hormon endokrin dapat berefek pada munculnya depresi dan kecemasan.
“Berhati-hati dan pastikan ruangan untuk belajar dan bekerja jangan berdebu,” tuturnya.
Penulis: Septy Dwi Bahari Putri
Editor: Khefti Al Mawalia