Universitas Airlangga Official Website

Dekan FISIP UNAIR Tekankan Pentingnya Literasi Obat dan Makanan Bagi Masyarakat

UNAIR NEWS – Memperingati Hari Kesehatan Internasional Tahun 2023 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga mengadakan seminar nasional. Temanya, Inovasi Kebijakan dalam Menghadapi Tantangan Pengawasan Obat dan Makanan. Salah satu materi yang dibahas adalah pentingnya literasi obat dan makanan bagi masyarakat.

Kegiatan yang diadakan pada Kamis (14/4/2023) itu menghadirkan narasumber salah satunya Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Prof Dr Bagong Suyanto MSi. Dalam kesempatan itu, Prof Bagong memaparkan materi mengenai urgensi kebijakan pengawasan obat dan makanan dalam melindungi masyarakat.

Produk Industri Budaya

“Sebagai orang sosial, obat dan makanan dipandang sebagai bagian dari produk industri budaya. Artinya, di balik obat dan makanan itu terdapat bisnis yang besar yang kapitalis kelola,” tutur Prof Bagong

Obat dan makanan menjadi bisnis komoditi yang paling dicari tanpa perlu ditawarkan terlebih dulu. Oleh sebab itu, butuh payung hukum untuk mengatur beredarnya obat dan makanan. Tujuannya, agar masyarakat dapat terlindungi ketika mengkonsumsinya.

“Obat dan makanan sebagai produk industri budaya tidak hanya ditawarkan. Produk itu dikemas dan dipasarkan sehingga ketika dikonsumsi oleh masyarakat, belum tentu mereka tahu apa manfaat dan efek samping dari obat dan makanan itu,” ujar Dekan FISIP UNAIR itu.

Ilustrasi obat dan makanan. (Sumber: kompasiana)

Prof Bagong juga menjelaskan bahwa saat ini masyarakat berhadapan dengan kecerdasan dan kepandaian kapitalis. Yaitu membedakan antara butuh sebuah produk atau hanya ingin. Para kapitalis yang mengelola produk akan mengemas dan mengiklankan sehingga batas antara kebutuhan dan keinginan sangat tipis. Maka akan sangat berbahaya jika keinginan muncul lebih banyak dari pada kebutuhan.

Literasi Obat dan Makanan

Prof Bagong menegaskan, masyarakat memiliki hak untuk mengetahui resiko tentang obat-obatan dan makanan yang mereka konsumsi. Ia menegaskan bahwa perlu melindungi obat dan makanan. Maka, kuncinya terletak pada literasi masyarakat.

“Seringkali dokter kurang memberikan informasi lengkap mengenai obat-obatan yang pasien terima. Kemudian, masyarakat juga kurang berani bertanya kepada dokter dan hanya mengkonsumsi obat sesuai dengan arahan dokter saja tanpa mengetahu efek dan risikonya,” ungkap Prof Bagong.

Kesadaran masyarakat untuk mendapatkan literasi mengenai obat dan makanan, kata Prof Bagong, masih sangat kurang. Setelah memberikan kebijakan tentang penggunaan obat dan makanan, masyarakat juga perlu memahami literasi. Jika tidak ada literasi pada masyarakat, maka kebijakan yang sudah ada tidak akan memberikan dampak apapun. Maka penerapan dan implikasinya tergantung pada masyarakat itu sendiri.

“BPOM, pemerintah, dan perguruan tinggi dalam hal ini perlu ikut serta melakukan pemberdayaan literasi masyarakat terhadap obat dan makanan yang berkembang,” pungkas Prof Bagong. (*)

Penulis : Nova Dwi Pamungkas

Editor : Binti Q. Masruroh