UNAIR NEWS – Ratusan kepala desa dari Kabupaten Pacitan melakukan demonstrasi di depan Gedung DPR RI pada Senin (16/1/2023) lalu. Demonstrasi tersebut menyuarakan tuntutan tentang hak dan kewenangan desa dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.
Tidak berhenti sampai di situ, demonstrasi dengan tuntutan serupa juga dilakukan oleh Persatuan Perangkat Desa Seluruh Indonesia (PPDI) di depan Gedung DPR RI pada Rabu (25/1/2023). Berkaitan dengan hal itu, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Lanny Ramli SH MHum memberikan pendapatnya.
SKB Tiga Menteri tentang Dana Desa
Dalam tuntutan demonstrasi tersebut, DPR RI diminta mengkaji kembali Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yaitu Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Keuangan RI, dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI yang mengatur tentang dana desa. Alasan pengkajian kembali itu perlu dilakukan yaitu untuk mengembalikan otonomi desa yang sesungguhnya.
“Menurut saya, adanya SKB tiga menteri tentang dana desa ini mendukung tujuan pengelolaan dana desa yang efektif dan efisien. Hal ini karena tiga kementrian sudah berkoordinasi dengan baik,” jelas Lanny.
Terlebih, lanjutnya, SKB tiga menteri tentang dana desa ini tidak mengganggu kebijakan desa secara mandiri sesuai Pasal 26 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Periodisasi dan Masa Jabatan Kepala Desa
Penghapusan periodisasi dan perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun juga menjadi salah satu tuntutan dalam demonstrasi tersebut. Hal ini dikarenakan periodisasi dan masa jabatan kepala desa dianggap terlalu singkat sehingga Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) yang telah disusun sulit untuk dituntaskan. Selain itu, adanya periodisasi dan masa jabatan selama 6 tahun dianggap kurang untuk bisa mendamaikan calon kepala desa lain dan pendukungnya yang kalah saat pemilihan.
Menurut Lanny, sesuai dengan teori hukum Hans Kelsen, penghapusan ataupun perubahan aturan harus memiliki dasar hukum dan alasan yang kuat serta tidak bertentangan dengan aturan diatasnya.
“Penghapusan atau perubahan undang-undang harus memperhatikan tiga hal yaitu filosofi, sosiologi, dan yuridis,” terangnya.
Oleh karena itu, Lanny menilai tuntutan penghapusan periodisasi dan perpanjangan masa jabatan kepala desa ini tidak mencerminkan demokrasi. Hal ini dikarenakan alasan-alasan yang melatarbelakanginya tidak berasal dari keinginan penduduk desa sesuai Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, melainkan berasal dari keinginan kepala desa itu sendiri.
“RPJMDes yang belum selesai dalam 6 tahun tentunya dapat dilanjutkan oleh kepala desa selanjutnya karena pembangunan desa tidak pada kepala desa oriented, melainkan pemenuhan kebutuhan desa,” jelas Lanny. Selain itu, untuk alasan mendamaikan calon kepala desa dan pendukungnya yang kalah saat pemilihan sejatinya dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman secara mendalam tentang hakikat dari pemilihan itu sendiri.
Terakhir, Lanny menegaskan bahwa tuntutan penghapusan periodisasi dan perpanjangan masa jabatan kepala desa sangatlah tidak elok. “Hal ini mencerminkan kerakusan akan kekuasaan, otoriter, dan keegoisan karena tidak memberi kesempatan pada penduduk desa lainnya,” imbuhnya. (*)
Penulis: Tristania Faisa Adam
Editor: Binti Q. Masruroh