Universitas Airlangga Official Website

Dinamika Kemiskinan di Indonesia

Foto by Borneo24.com

Dalam penelitian terbaru oleh para peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, sampel cukup besar rumah tangga Indonesia digunakan untuk melacak rumah tangga dari tahun 2007 hingga 2014. Rumah tangga diidentifikasi berdasarkan tingkat pendapatan menurut tingkat pengeluaran bulanan. Rumah tangga yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar diidentifikasi sebagai rumah tangga yang mengalami kemiskinan. Dengan mengukur periode waktu di mana sebuah rumah tangga berada dalam kondisi miskin, dapat menentukan apakah rumah tangga tersebut miskin kronis atau miskin sementara. Ketika sebuah rumah tangga tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar untuk jangka waktu yang lama dicirikan sebagai miskin kronis. Sebaliknya, rumah tangga yang jatuh miskin dalam waktu singkat dianggap miskin sementara.

 Metode pengukuran kemiskinan mengungkapkan bahwa komponen kemiskinan terbesar di antara rumah tangga di Indonesia adalah kronis (77%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga miskin mengalami deprivasi jasmani yang bersifat kronis. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang sebagian besar menunjukkan bahwa Sebagian besar kemiskinan di Indonesia bersifat transien, peneliti dari Airlangga menunjukkan bahwa sebaliknya, sebagian besar rumah tangga miskin di Indonesia menghadapi kemiskinan kronis.

Kemiskinan kronis ditandai oleh keadaan kekurangan jasmani yang bersifat permanen, yang sering kali diakibatkan oleh kegagalan sosial ekonomi. Bayangkan sebuah anak yang lahir dalam keluarga yang orang tuanya tidak mampu untuk menghadapi kebutuhan dasar. Bayangkan jika sih orang tua anak tersebut  tidak berpendidikan, tinggal di daerah terpencil, tidak pernah bekerja secara formal, tidak memiliki akses ke layanan keuangan, dan tidak memiliki akses ke bantuan pemerintah yang substansial. Seorang anak dalam keadaan seperti itu akan menhadapi tantanggan yang besar untuk keluar dari kondisi kemiskinan tersebut. Kemiskinan kronis seperti yang tadi dijelaskan lebih efektif diatasi dengan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan atau memulihkan modal manusia dan aset fisik. Sementara itu, kemiskinan sementara atau sementara, dapat diatasi secara lebih efektif dengan penyediaan layayan sosia, asuransi, dan stabilisasi pendapatan. Maka penting untuk membedakan tingkat dan ciri kemiskinan menjadi sementara atau kronis, karena masing-masing jenis kemiskinan ini membutuhkan strategi dan respons kebijakan yang berbeda.

Analisis lebih lanjut juga menunjukkan bahwa karakteristik kepala rumah tangga penting dalam mengidentifikasi kemungkinan rumah tangga mengalami kemiskinan. Rumah tangga yang lebih tua, perempuan, kepala rumah tangga yang bekerja informal atau tidak tetap, dan kepala rumah tangga dengan pendidikan rendah, mereka lebih lebih terekspos untuk mengalami kemiskinan kronis. Faktor signifikan lainnya yang dapat meningkatkan kemungkinan menjadi miskin termasuk ukuran rumah tangga yang besar, kurangnya akses ke layanan (keuangan, listrik, informasi, dan transportasi), dan kurangnya aset. Pekerjaan lepas di sektor pertanian dan rumah tangga yang tinggal di pedesaan memiliki kemungkinan lebih besar untuk menjadi miskin juga, meskipun belum tentu miskin kronis.

Oleh karena itu, program pengentasan kemiskinan perlu menargetkan penyebab yang tepat karena keterpaparan terhadap kemiskinan berbeda-beda di setiap kepala rumah tangga. Program pemerintah yang aktif untuk meningkatkan akses pendidikan, akses layanan keuangan, penyediaan listrik, perbaikan sistem transportasi, dan peningkatan penargetan program sosial merupakan cara yang efektif untuk mengurangi kemiskinan kronis.

Sangat penting untuk meningkatkan mekanisme penilaian untuk mengidentifikasi penyebab kemiskinan dan menjadi lebih terbuka untuk eksperimen sosial yang dapat secara efektif membantu mengurangi kemiskinan, khususnya yang kronis.

Di Indonesia beberapa masalah terkait kemiskinan masih belum terselesaikan. Pertama, kesenjangan gender tetap menjadi masalah karena perempuan lebih rentan terhadap kemiskinan, dan memiliki lebih sedikit peluang di pasar tenaga kerja. Kedua, dari segi lokasi geografis, pemindahan tenaga kerja dari pedesaan ke perkotaan dapat menjadi cara yang efektif untuk menurunkan kemiskinan di masa lalu, tetapi tidak lagi efektif dalam beberapa tahun terakhir ini. Ketiga, partisipasi perempuan dalam pekerjaan di daerah pedesaan telah menurun, dan dengan demikian menunjukkan bahwa kesenjangan baru dalam kemiskinan dan kesejahteraan telah muncul di daerah pedesaan. Keempat, peran pendidikan masih merupakan penyebab paling signifikan dari kemiskinan kronis. Namun demikian, penyediaan pendidikan dasar tidak cukup lagi untuk membantu orang untuk keluar dari kondisi kemiskinan. Kelima, pekerja informal dan kasual lebih rentan terhadap kemiskinan. Akibatnya, kebijakan untuk menyediakan lebih banyak lapangan pekerjaan saja tidak cukup. Pengembangan keterampilan, skema tenaga kerja ramah terhadap perempuan, pekerjaan inklusif, dan lebih banyak fleksibilitas di pasar tenaga kerja tampaknya penting untuk membawa orang keluar dari kemiskinan.

Kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang pendidikan dan memfasilitasi kepemilikan aset, memprioritaskan bantuan sosial untuk perempuan kepala keluarga dan mereka yang tinggal di pedesaan, diperlukan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan di Indonesia.

Terakhir, perlu dicatat bahwa kesenjangan signifikan yang ditemukan dalam aspek sosial, ekonomi, dan demografi yang berbeda menunjukkan potensi masalah kesejahteraan lainnya, misalnya, ketimpangan pendapatan. Karena beberapa kelompok individu kurang berpendidikan, memiliki akses yang lebih rendah ke layanan, atau memiliki aset yang lebih sedikit, mereka lebih rentan untuk melihat mata pencaharian mereka memburuk. Program-program sosial di Indonesia sekarang mungkin perlu bergerak untuk mempelajari bagaimana peningkatan kualitas program dapat membantu meningkatkan program anti-kemiskinan. Membawa orang keluar dari kemiskinan tampaknya membutuhkan perbaikan dalam layanan dan program sosial dan penargetan penerima yang lebih efektif.

Penulis: Dr. Lilik Sugiharti, S.E., M.Si.

Link: Sugiharti, L., Purwono, R., Esquivias, M. A., & Jayanti, A. D. (2022). Poverty Dynamics in Indonesia: The Prevalence and Causes of Chronic Poverty. Journal of Population and Social Studies [JPSS], 30, 423-447. http://doi.org/10.25133/JPSSv302022.025