Universitas Airlangga Official Website

Diskusi Kedua ILEN UNAIR Bahas Pesantren & Sastra Pesisir

Moderator Walidil Afi bersama Moch Ali SS MA MIN dalam diskusi Day 1 ILEN UNAIR berjudul “Coastal and Pesantren Literature”. (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Gedung Kuliah Bersama Kampus MERR-C menjadi venue diskusi kedua Indonesian Literature Extravaganza (ILEN) 2023 pada Jumat (22/3/2023). Sejumlah panitia dan peserta diskusi yang diadakan oleh Kementerian Hubungan Luar BEM Fakultas Ilmu Budaya itu tampak berada di depan ruangan, antri mengisi presensi. 

Diskusi bertajuk “Coastal and Pesantren Literature” tersebut dipimpin oleh Walidil Afi selaku Moderator. Adapun yang menjadi pemateri sesi kedua pada hari pertama ILEN UNAIR 2023 tersebut adalah Moch Ali SS MA MIN. 

Ali merupakan Dosen FIB UNAIR sekaligus akademisi berpengalaman yang memiliki keahlian dalam bidang Sastra Indonesia dan Teologi. Sejak awal berjalannya diskusi, forum telah menggunakan bahasa Inggris sebab peserta diskusi yang berasal dari mancanegara seperti Pakistan, Afghanistan, hingga Kyrgyzstan. 

Ali membuka materi siang hari tersebut dengan penjelasan singkat mengenai nusantara, pesantren, dan coastal literature atau sastra pesisir. Secara harfiah, jelasnya, sastra pesisir adalah karya yang lahir dalam konteks budaya pesisir tanah Jawa, khususnya Jawa bagian utara. 

“Adapun sastra pesantren merupakan karya yang lahir dalam konteks budaya pesantren sebagai skriptoriumnya di Nusantara,” ujarnya.

Kedua sastra itu, lanjutnya, memang mayoritas berkaitan dengan sistem penulisan teks-teks di Nusantara. Selain itu, ia juga menambahkan bahwa keduanya mengacu pada teks Islam melalui Kosmopolis Arab. 

Bahkan baik sastra pesisir dan sastra pesantren menjadi refleksi dari perjalanan bahasa di Indonesia. Sejarah sastra pesisir dan pesantren benar-benar mencerminkan sejarah Indonesia dalam kajian linguistik, lintas agama, dan lintas budaya,” paparnya. 

Pada akhir, Ali juga menerangkan bahwa ada perbedaan dalam kata “Islam” jika menggunakan huruf “I” kapital dan non-kapital. ”Islam dengan I kapital, jelasnya, berarti Islam yang berdasar pada kitab, hadits, dan sumber-sumber lainnya.

“Adapun Islam dengan “i” non-kapital menjelaskan Islam secara historis atau sejarah penerjemahan Islam dalam konteks suku bangsa di Asia Tenggara,” pungkasnya.

Penulis: Danar Trivasya Fikri

Editor: Nuri Hermawan