UNAIR NEWS – Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM) UNAIR sukses gelar Sekolah Legislatif pada Sabtu (14/10/2023). Acara itu berlangsung di Ruang Parlinah Moedjono, lantai 5 Perpustakaan Kampus Dharmawangsa-B UNAIR.
Sekolah Legislatif tersebut mengusung tema “Potensi Logika dan Penalaran Para Generasi Muda Sebagai Aktor Perancang Undang-Undang yang Komprehensif”. Adapun pemateri yang hadir dalam agenda tersebut adalah Dr M. Syaiful Aris SH MH LLM selaku Wakil Dekan 2 Fakultas Hukum UNAIR, serta Abdul Ghoni Mukhlas Ni’am dari Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya.
Pada pembukaan presentasinya, Aris menjelaskan terlebih dahulu perihal makna legislatif dan parlemen. Menurutnya, legislatif memiliki arti membuat undang-undang. Selanjutnya, ia juga menjelaskan terkait dengan fungsi legislasi.
“Fungsi pengawasan sebagai penyeimbang cabang kekuasaan lain, dan fungsi budgeting terkait dengan pengelolaan kekayaan bersama yang negara miliki,” terangnya.
Partisipasi Publik
Lebih lanjut, Aris juga menjelaskan perihal Partisipasi Publik. Salah satu pengertian yang disampaikannya berasal dari Calouste Gulbenkian Foundation pada 1973. Partisipasi publik jelasnya, proses demokratis yang melibatkan masyarakat dalam berpikir, memutuskan, merencanakan, dan berperan aktif.
“Utamanya dalam pengembangan dan pengoperasian layanan yang mempengaruhi kehidupan mereka” terang pria yang pernah menempuh studi di University of California (UC) Davis, Amerika Serikat tersebut.

Selanjutnya, Aris juga menjelaskan secara spesifik kelebihan dan kekurangan dari partisipasi publik tersebut. Kelebihannya, sambung Aris, adalah adanya legitimasi, keadilan, hak asasi manusia, produk hukum yang berkualitas, dan kualitas demokrasi.
“Sedangkan kekurangan partisipasi publik, menurutnya, adalah tidak menggaransi keberhasilan, harapan yang tidak realistik, serta membutuhkan waktu dan biaya,” jelasnya.
Ketika mengulas perihal partisipasi publik yang merupakan kewajiban dalam pembuatan produk hukum di Indonesia, Aris menekankan bahwa tidak demikian. “Di kita, partisipasi adalah hak. Peraturan yang tidak dilakukan dengan partisipasi, tidak membuat partisipasi tersebut tidak sah,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa di Amerika Serikat, ada negara bagian yang menjadikan partisipasi publik sebagai kewajiban. “Sehingga jika tidak ada partisipasi publik di sana, tidak bisa menjadi peraturan perundang-undangan,” tandasnya.
Penulis: Danar Trivasya Fikri
Editor: Nuri Hermawan