Universitas Airlangga Official Website

Dosen FEB UNAIR Bagikan Tips Mengelola Pengeluaran Bagi Mahasiswa

UNAIR NEWS – Seringkali mahasiswa sulit membedakan antara kebutuhan dan keinginan sehingga menyebabkan pengeluaran menjadi tak terkendali. Dosen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB UNAIR), Martha Ranggi Primanthi SE MIDEC PhD membagikan tips bagi mahasiswa bagaimana mengelola pengeluaran.

Menurut Martha, hal pertama yang harus dilakukan adalah membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Menurutnya hal tersebut sangat mudah dilakukan. Apabila kita tidak membeli sesuatu, tapi kehidupan kita masih berjalan lancar dan aman tanpa hambatan, maka itu berarti keinginan, bukan kebutuhan. 

“Karena kalau kebutuhan tidak dipenuhi, kehidupan kita jadi jadi buruk atau worst off. Cara membedakannya as simple as that,” ungkapnya.

Mengurangi Social Cost

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNAIR itu memiliki  pengalaman menjalani kuliah S1 3,5 tahun di UNAIR. Kemudian melanjutkan studi S2 dan S3 di luar negeri. 

“Saya melihat sebetulnya di Indonesia ketika saya sebagai mahasiswa, biaya yang cukup besar mempengaruhi biaya hidup adalah social cost,” tuturnya.

Menurutnya, social cost di indonesia tergolong sangat tinggi karena budaya yang terbentuk di lingkungan sekitar.  Social cost adalah biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi gengsi atau gaya hidup yang terjadi di lingkungan sosial.

“Mahasiswa merupakan anak muda yang gairahnya masih tinggi sehingga memiliki gengsi yang tinggi pula. Kalau tidak memiliki produk terkini, khawatir tidak punya teman dan takut tidak diakui oleh lingkungan,” jelasnya. 

Jangan Terlalu Peduli Persepsi Orang

Martha bercerita, ketika dirinya kuliah di Australia lingkungan sekitar tidak mempedulikan apa yang ia pakai. Mereka tidak pernah menilai orang dari casing-nya. Hal ini sebenarnya masih ada pro kontra di masyarakat. 

“Orang bule kan terkenalnya sangat cuek, pronya di situ sih kita gak peduli orang punya tas ini tas itu, ya don’t really care,” ungkap alumnus Australian National University itu.

Banyak profesor di kampus Martha yang hanya memakai sepeda ontel yang tidak mahal ke kampus. Padahal mereka sebenarnya mempunyai mobil mewah di rumahnya. “Karena ya, budaya sana tidak memperhatikan other people’s perception,”  ungkapnya.

Sedangkan di Indonesia, persepsi orang masih menjadi determinan untuk menjalani hidup.  Jadi, sebenarnya yang membuat biaya anak muda dan mahasiswa tidak terkontrol adalah biaya sosial. 

“Balik lagi ke konsep keinginan atau kebutuhan. Kalau mereka tidak makan di coffee shop mahal apakah akan worst of,” ungkapnya.

Menurut Martha, tips bagi mahasiswa adalah tidak perlu terlalu peduli dengan persepsi orang. Yang terpenting adalah menjadi pribadi yang baik.  “Baik diukur dari kata, sikap, bukan dari barang apa yang kita punya,” tuturnya.

Pada akhir, Martha berharap mahasiswa bisa memanfaatkan kemajuan teknologi untuk bisa lebih bermanfaat dan menjadi berkat untuk banyak orang di sekitarnya. Manfaatkan segala kesempatan yang ada, baik itu kesempatan entrepreneur, kesempatan ke luar negeri, dan lain sebagainya. “Itu harus dimanfaatkan untuk menjadi orang baik dan benar,” tutupnya. (*)

Penulis: Sandi Prabowo

Editor: Binti Q. Masruroh