UNAIR NEWS – Bagi mahasiswa hukum penting untuk mempelajari dan memahami mengenai advokasi hukum. Advokasi hukum yaitu tindakan pemberian bantuan hukum serta pembinaan hukum. Bantuan hukum yang diberikan dapat berupa bantuan hukum litigasi (melalui pengadilan) maupun non litigasi (di luar pengadilan).
Setelah sukses dengan webinar Sekolah Advokasi Vol. 1, badan semi otonom Solidaritas Mahasiswa Hukum untuk Indonesia Fakultas Hukum Universitas Airlangga (SMHI FH UNAIR) kembali mengadakan Sekolah Advokasi Vol. 2. Webinar yang diselenggarakan pada Minggu (29/5/2022) itu mengusung tema “Membedah Aksi Advokasi Melalui Litigasi” dan turut mengundang Haidar Adam SH LLM, dosen Departemen Hukum Tata Negara FH UNAIR.
Haidar memaparkan materi mengenai bantuan hukum litigatif. Menurut Haidar, saat ini permasalahan yang dihadapi dalam memberikan advokasi hukum yaitu advokat (pengacara) dan organisasi bantuan hukum yang ada tidak dapat meng-cover kasus-kasus hukum di Indonesia yang jumlahnya sangat banyak. Oleh karena itu, sambungnya, negara membutuhkan entitas lain yang disebut sebagai paralegal.
“Paralegal adalah orang yang memiliki pengetahuan tentang hukum, tetapi tidak memiliki kualifikasi penuh sebagaimana advokat. Background paralegal tidak harus dari fakultas hukum,” ujar Haidar.
Haidar mengatakan bahwa paralegal dalam memberikan bantuan hukum litigasi harus didampingi oleh advokat. “Paralegal dalam tahapan litigasi dapat mendampingi advokat untuk melakukan pendampingan pada tingkat penyidikan sampai dengan penuntutan, pemeriksaan persidangan, juga menjalankan kuasa dari penerima bantuan hukum pada Pengadilan Tata Usaha Negara,” jelasnya.
Kualifikasi paralegal, lanjut Haidar, diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Permenkumham RI) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum. Kualifikasi tersebut, sambungnya, di antaranya yaitu memiliki kemampuan membaca serta menulis dan memenuhi syarat lain yang ditentukan oleh pemberi bantuan hukum yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
“Yang harus dilakukan paralegal adalah mengasah kemampuannya. Pertama, dalam melakukan inventarisasi data. Paralegal harus memiliki perspektif kritis dalam teknik membaca,” tutur peneliti Pusat Studi Hukum Hak Asasi Manusia FH UNAIR tersebut.
Haidar menjelaskan teknik membaca hukum yang harus dimiliki oleh paralegal meliputi memahami bahasa hukum dan ragam hukum. Ragam hukum yang dimaksud, ujarnya, meliputi peraturan, keputusan, ketetapan, putusan pengadilan (vonis), atau perjanjian/kontrak.
“Bahasa hukum memiliki bahasa yang khas. Bahasa hukum memiliki tata, cara, susunan yang berbeda dari bahasa lain,” ucap Haidar.
Pada akhir, Haidar menuturkan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh paralegal maupun advokat dalam proses litigasi.
“Langkah yang bisa dilakukan saat proses litigasi yaitu public campaign, court monitoring, amicus curiae, opinion leader, verdict examination, dan alternative dispute resolution,” tutupnya. (*)
Penulis: Dewi Yugi Arti
Editor: Nuri Hermawan