UNAIR NEWS – Pembentukan Kabinet Merah Putih oleh Presiden Prabowo Subianto telah menarik perhatian berbagai kalangan. Termasuk akademisi dari Universitas Airlangga (UNAIR). Dr Siti Aminah Dra MA, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAIR, melihat bahwa komposisi kabinet baru ini mengisyaratkan sebuah era baru nasionalisme yang berakar pada inklusivitas dan keterwakilan. Namun tetap ada tantangan yang perlu diatasi untuk mewujudkan visi pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Menurut Dr Aminah, pembentukan Kabinet Merah Putih ini merupakan cerminan dari upaya pemerintah untuk memproyeksikan nasionalisme kontemporer. Hal ini dinilai sebagai langkah awal untuk memperkuat demokratisasi di Indonesia.
“Kabinet Merah Putih ini menunjukkan upaya Presiden Prabowo untuk menciptakan suasana nasionalis baru dalam era kontemporer. Suasana baru dalam komposisi kabinet dari beragam latar belakang adalah upaya yang nyata untuk mendorong performa pemerintahan yang lebih inklusif dan demokratis,” kata Dr Aminah.
Pentingnya Keterwakilan
Dr Aminah juga menekankan pentingnya memastikan bahwa keterwakilan ini bukan hanya simbolis tetapi juga berdasarkan pada kapasitas profesional yang mumpuni. “Proses seleksi yang melibatkan pertemuan kandidat dengan presiden terpilih di Jl Kertanegara menunjukkan praktik demokrasi yang inklusif. Namun, harus dipastikan bahwa calon-calon menteri yang terpilih benar-benar memiliki pemahaman mendalam tentang daerah atau sektor yang mereka wakili,” jelasnya.
Dr Aminah mengingatkan bahwa meskipun upaya representasi yang baik, masih terlihat adanya ketimpangan geografis dalam komposisi kabinet ini. Dari total 48 menteri, sekitar 27 orang berasal dari Pulau Jawa. Sementara wilayah lain seperti Papua dan Sumatra hanya terwakili oleh sedikit menteri. Menurutnya, distribusi ini dapat menimbulkan kesenjangan dalam pemahaman dan respon terhadap kebutuhan di daerah-daerah di luar Jawa.
“Distribusi menteri yang sebagian besar berasal dari Pulau Jawa dapat memengaruhi bagaimana pemerintah memahami dan menanggapi isu-isu di luar Jawa. Penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan kebutuhan riil di tiap daerah,” ungkap Dr Aminah.
Keterwakilan Perempuan
Lebih lanjut, ia menyoroti aspek keterwakilan perempuan yang dinilai masih rendah, hanya terdapat lima menteri perempuan dari total 48 anggota kabinet. Hal ini dianggap sebagai tantangan dalam menciptakan kebijakan yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan perempuan dan kelompok minoritas lainnya.
“Keterwakilan perempuan yang rendah dalam kabinet ini khawatirnya dapat menghasilkan kebijakan yang kurang inklusif terhadap kebutuhan perempuan. Jika representasi ini hanya bersifat simbolis, maka dikhawatirkan akan terjadi kebijakan yang tidak responsif,” tambahnya.
Penulis: FISIP UNAIR
Editor: Yulia Rohmawati