Universitas Airlangga Official Website

Dosen Psikologi UNAIR Paparkan Dinamika Psikologis Pasangan Involuntary Childless

Valina Khiarin Nisa SPsi MSc pada webinar “Dinamika Psikologis Pasangan yang Belum Memiliki Anak,” Kamis (22/12/2022).

UNAIR NEWS – Kehadiran seorang anak tentu menjadi hal yang dinanti-nantikan oleh pasangan yang telah menikah. Fenomena ini terutama terjadi di Indonesia di mana anak dianggap sebagai pelengkap kehidupan berumah tangga.

Namun, kehidupan berumah tangga tentu memiliki kondisi dan tantangannya masing-masing yang bisa menjadi penyebab pasangan suami-istri tak kunjung memiliki keturunan. Terdapat dua situasi di mana pasangan yang telah menikah belum juga memiliki anak yakni voluntary childless dan involuntary childless.

“Ada beberapa pasangan yang sepakat untuk tidak memiliki anak (voluntary childless). Sementara, involuntary childless ini suatu kondisi di mana pasangan tidak berniat untuk tidak memiliki anak karena kondisi khusus dari pihak istri, suami, atau keduanya yang membuat mereka sulit memiliki anak secara alami,” tutur Valina Khiarin Nisa SPsi MSc pada webinar Dinamika Psikologis Pasangan yang Belum Memiliki Anak, Kamis (22/12/2022).

Di webinar yang diselenggarakan oleh Fakultas Psikologi UNAIR dan Career Class itu, Valina memaparkan bahwa terdapat perbedaan dinamika psikologis pada pasangan voluntary childless dan involuntary childless.

Dinamika psikologis orang-orang yang involuntary dan voluntary tentu berbeda,” tegas dosen Departemen Psikologi UNAIR itu.

Pada pasangan involuntary childless, kata Valina, cenderung memiliki pola hubungan yang tegang. Hal ini dapat disebabkan karena pandangan di mana mereka merasa ‘berbeda’ jika dibandingkan dengan keluarga lain. Kondisi ini juga menyebabkan munculnya perasaan bersalah dari satu atau dua pihak.

Tidak hanya itu, pasangan involuntary childless juga mungkin akan berada pada situasi saling menyalahkan satu sama lain. Bahkan, tidak menutup kemungkinan muncul keinginan untuk bercerai.

“Ada yang memilih untuk berpisah karena kondisi ini (involuntary childless, Red),” terang Valina pada webinar yang merupakan rangkaian kegiatan pengabdian masyarakat UNAIR tahun 2022.

Berikan Dukungan

Pada kesempatan itu, Valina juga memaparkan sebuah riset yang menyatakan bahwa istri yang belum memiliki anak setelah tiga tahun pernikahan cenderung tidak bahagia dan memiliki penilaian negatif terhadap pernikahannya. Hal ini juga berlaku pada pria yang divonis infertil di mana mereka merasa kehilangan, terkucil, dan tidak berdaya.

Bagi pasangan involuntary childless, Valina menyarankan agar senantiasa memberi dukungan psikologis serta mampu hadir mendengarkan keluh kesah pasangan.

“Kadang ada momen di mana pasangan itu semangat. Ke-trigger sedikit akhirnya loyo lagi, sedih lagi. Itu harus ada support dari pasangan untuk menyemangati dan akhirnya bisa bangkit lagi,” tutur alumnus S2 Universitas Groningen, Belanda itu.

Valina mengatakan, berpikir open minded juga dapat membantu pasangan dengan kondisi involuntary childless. “Berpikir open minded ini akan membantu pasangan dengan kondisi ini untuk melihat pernikahan tidak hanya dari satu sudut pandang saja. Kebahagiaan pernikahan tidak hanya diukur dari hadirnya anak, tapi ada aspek-aspek lainnya,” ujar Valina.

Membantu mencarikan support group bila diperlukan juga menjadi hal lain yang dapat dilakukan. Selain itu, meningkatkan aktivitas bersama pasangan juga dapat membantu pasangan yang mengalami involuntary childless. “Temukan aktivitas bersama, perbanyak waktu untuk ibadah bersama,” tutup Valina. (*)

Penulis: Agnes Ikandani

Editor: Binti Q. Masruroh