Universitas Airlangga Official Website

Dosen UNAIR Bicara Pro dan Kontra Legalisasi Ganja Medis

Sesi tanya jawab peserta dengan pembicara Dr Abdul Rohem MKes Apt (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Beberapa waktu lalu, isu legalisasi ganja untuk kepentingan medis kembali ramai menjadi perbincangan di masyarakat. Menanggapi situasi tersebut, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Farmasi Universitas Airlangga (UNAIR) membuka ruang diskusi dalam Pharmacopedia Series 3 yang diadakan pada Sabtu (24/9/2022) melalui Zoom Meeting.

Pada kesempatan ini, Dr Abdul Rohem MKes Apt selaku dosen Fakultas Farmasi UNAIR mengaku dirinya kerap kali mendapat pertanyaan mengenai manfaat ganja untuk dunia kesehatan. “Ada beberapa macam memang yang bisa diambil dari ganja, bisa daunnya, bijinya, bahkan seluruh bagian tanamannya itu memberikan efek,” ungkapnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa ganja hanya dapat digunakan sebagai bahan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Sementara, terkait pengobatan saat ini belum ada regulasi yang melegalkan sehingga wacana ganja medis masih menuai perdebatan.

Potensi Ganja Medis

Menurut Rohem, ganja memiliki kandungan Delta-9 tetrahydrocannabinol (THC) yang merupakan cannabinoid paling berpengaruh pada sistem tubuh dan agen psikoaktif utama. Aktivasi reseptor cannabinoid pada otak akan memengaruhi perasaan senang, ingatan, konsentrasi, serta sensoris seseorang.

Sejauh ini beberapa negara telah melegalkan ganja untuk keperluan medis karena terbukti mampu mengobati mual dan muntah yang berhubungan dengan sejumlah kondisi medis seperti pascaoperasi atau kemoterapi. “Ini yang paling dikenal ganja sebagai obat penghilang rasa nyeri akibat kanker sebagaimana obat codein,” tambahnya.

Bahaya Legalisasi Ganja Medis

Di sisi lain, Rohem juga menjelaskan efek samping ganja yang menimbulkan rasa senang dapat disalahgunakan oleh sebagian masyarakat. “Dampaknya bagi kesehatan bisa ketergantungan terhadap narkoba, bahkan overdosis yang berakibat fatal,” ujar Ketua Pusat Halal UNAIR tersebut.

Kemudian aspek sosiologis, legalisasi ganja medis berpotensi mengganggu ketertiban umum dimana meningkatkan tindakan kriminal. Hal ini diperparah dengan kemungkinan dampak degradasi moral di kalangan generasi muda.

Pentingnya Uji Preklinik dan Klinik

Berbicara mengenai legalisasi ganja tentu tidak lepas dari proses penelitian yang panjang mulai dari uji preklinik dan klinik fase I-IV. “Yang diizinkan sebagai pengobatan itu hasil akhir yang ditemukan, bukan semua yang ada dalam kandungan ganja,” jelas Rohem.

Hingga kini, Food and Drug Administration (FDA) sebagai badan pengawas belum memasukkan ganja untuk penggunaan medis karena belum ada penelitian secara sistematis dengan skala besar yang menunjukkan bahwa ganja sangat bermanfaat bagi kesehatan. “Legalisasi ganja medis bisa jadi pertimbangan jika menghasilkan manfaat lebih besar daripada risikonya, termasuk tadi faktor budaya dan sosial,” tutupnya.

Penulis: Sela Septi Dwi Arista

Editor: Nuri Hermawan