Universitas Airlangga Official Website

Dosen UNAIR Ceritakan Tantangan Studi ke Luar Negeri

Dosen Departemen Bahasa dan Sastra Inggris, Dewi Meyrasyawati SS MA M Hum (foto: dokumen pribadi)

UNAIR NEWS – Melanjutkan pendidikan ke luar negeri terbilang cukup menyenangkan sekaligus membanggakan. Namun bukan berarti tidak perlu persiapan untuk menyikapi berbagai tantangan itu.

Dosen di Departemen Bahasa dan Sastra Inggris Dewi Meyrasyawati SS MA M Hum kemudian menjelaskan berbagai tantangan yang umum dihadapi mahasiswa S3 dari Indonesia. Khususnya di tempat studi doktoralnya, yakni Vrije Universiteit Amsterdam, Belanda.

Tantangan Akademis

Vrije Universiteit Amsterdam menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa utama untuk mahasiswa internasional. Hal itu menjadi tantangan tersendiri, khususnya bagi mahasiswa Indonesia.

“Mereka biasanya kesulitan menyampaikan gagasan dengan bahasa Inggris. Karena, konteks bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Inggris sehingga perlu penyesuaian,” tutur Dewi.

Tantangan tersebut muncul saat menulis disertasi dan dalam komunikasi mahasiswa dengan supervisor. Jika supervisor tidak mengenal konteks ke-Indonesia-an, maka itu dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam komunikasi.  

Karena itu, Dewi menyebut bahwa mahasiswa Indonesia perlu mempersiapkan diri. Tantangan tersebut sangat berpengaruh untuk penyelesaian studi. Masa studi bisa semakin lama, mencari supervisor baru, pindah universitas, dan kondisi terburuk adalah menyerah sebelum masa studi berakhir.

Dalam working group oleh pihak universitas, Dewi mengutarakan perbedaan mahasiswa Indonesia dengan negara lain. Seperti di Malaysia dan Singapura yang menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua. 

“Sedangkan bahasa pertama dan kedua kita kan bahasa daerah dan bahasa Indonesia, bahasa Inggris menjadi bahasa asing,” ungkap Dewi.

Kampus Vrije Universiteit Amsterdam.
Tantangan Non-Akademis

Hampir 50 persen mahasiswa internasional di Vrije Universiteit Amsterdam berasal dari Indonesia. Kebanyakan mahasiswa S3-nya telah berkeluarga dan memiliki anak. Begitu halnya dengan Dewi.

Akomodasi bagi mahasiswa yang membawa keluarga sangat diperlukan. Sedangkan jumlah family student housing yang disediakan oleh universitas sangatlah terbatas. Terlebih kontrak tinggal hanya satu tahun dan masa studi S3 bisa lebih dari 4 tahun, sehingga harus berpindah-pindah rumah.

“Setahun sebelumnya kami masuk daftar tunggu untuk tempat tinggal. Jadi, ketika baru berpindah ke rumah yang baru, kami langsung mencari tempat tinggal berikutnya,” terang Dewi.

Menanggapi hal itu, pihak universitas menyarankan mahasiswa tidak membawa keluarga dan tidak mencampuradukkan dengan pendidikan. “Saya merasa bahwa itu tidak manusiawi,” ujar Dewi. 

Dalam working group, Dewi menyampaikan keberatannya. Baginya hal itu menjadi tidak wajar mengingat durasi program doktoral yang mencapai empat tahun lebih. 

“Ini persoalan kemanusiaan karena kami yang sudah berkeluarga harus memikirkan ketika anak sakit, budget, urusan rumah, dan lain sebagainya,” terangnya. 

Namun, Dewi beruntung bahwa departemennya memahami budaya Indonesia. Sehingga banyak terbantu, baik dalam menghadapi tantangan akademis maupun non-akademis.

Solusi Bagi Dewi

Dalam working group, Dewi menyarankan pihak universitas mempersiapkan diri menerima mahasiswa internasional. “Jadi, bukan hanya mahasiswa yang mempersiapkan diri. Dengan begitu, akan tercipta win-win solution dan proses studi menjadi lebih baik,” imbuhnya.

Jadi, Dewi berpesan agar tidak perlu khawatir bila ingin melanjutkan studi ke luar negeri. Selama kita siap secara fisik maupun mental dalam meghadapi kemungkingan tantangan-tantangan di sana.

Penulis: Fauzia Gadis Widyanti

Editor: Feri Fenoria

Baca juga:

Karya Kolaborasi FIB UNAIR – Dinas Perpustakaan dan Arsip Surabaya Tembus Nominasi The Awards Asia 2022

Mengkritisi Film ala Dosen FIB Peraih Piala Citra

Sembilan Prodi di UNAIR Siap Akreditasi Internasional FIBAA

Pelajari Budaya, Mahasiswa dari 19 Negara Siap Ikuti Perkuliahan Internasional FIB UNAIR