UNAIR NEWS – Dosen kajian politik tata ruang dan transportasi Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Siti Aminah Dra MA angkat suara soal wacana pemberlakukan electronic road pricing (ERP) atau sistem jalan berbayar elektronik di wilayah DKI Jakarta.
Ia menuturkan bahwa pemberlakuan ERP sebagai kebijakan penetapan tarif kemacetan perlu dikaji dengan melibatkan pengguna jalan dan kelompok masyarakat dari strata atau status sosial ekonomi yang beragam untuk menemukan pola dari penggunaan mobil pribadi atau sepeda motor dan penggunaan transportasi publik.
Sehingga, kata Aminah, pemberlakuan ERP tidak menjadi kebijakan publik yang mengeksklusifkan sebagian pengguna jalan dan strata sosial ekonomi. Hal tersebut karena ERP bukanlah tarif kemacetan, pajak jalan, ataupun ikon kebijakan publik.
“Berapapun harga menggunakan jalan pasti bisa dibayar oleh kalangan yang mampu. Jalan berbayar perlu memperhatikan kondisi lingkungan sosial tempat di mana jalan itu ada. Jalan-jalan berbayar tidak semuanya berada dalam lingkungan perumahan elit atau perkantoran,” tutur Aminah.
“Efek sosialnya jauh lebih besar daripada sekadar dengan alasan mengurangi kemacetan. Itu isu lama atau agenda kebijakan lama, saat MRT dan LRT belum ada dan saat ada kepanikan dari para pemangku kebijakan yang memprediksi Jakarta macet total pada 2014,” tambahnya.
Perlu Masukan dari Masyarakat Ekonomi Rendah
Aminah melanjutkan, pemecahan dan penguraian kemacetan di Jakarta memerlukan masukan dari kalangan masyarakat ekonomi rendah seiring dengan bertambahnya jumlah mobil dan sepeda motor yang menjadi ancaman bagi pengguna jalan.
Tersebab itu, implementasinya bukan hanya jalan berbayar, tetapi juga harus memberi insentif pada warga yang tidak menggunakan mobil pribadinya untuk melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat lain.
“Jalan berbayar itu seperti pajak menggunakan jalan. Usulan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, pengendara kendaraan yang melewati ERP akan dikenai tarif Rp5.000 – Rp19.000 dan berlaku mulai jam 05.00 – 22.00. Dalam Raperda Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE) yang masih disusun oleh DPRD DKI Jakarta, ERP nantinya diterapkan di 25 ruas jalan di Ibu Kota,” beber dosen Ilmu Politik itu.
“Jika kita lihat Singapura gigih dalam menerapkan ERP. Itu karena pemerintah Singapura tidak mampu membangun terlalu banyak jalan untuk melayani kebutuhan populasi mobilnya yang terus bertambah. Karena jalan sudah menempati 12 persen dari total luas lahan, dibandingkan dengan 14 persen untuk perumahan. Pemberlakuan ERP ditempatkan di semua jalan yang menghubungkan ke kawasan pusat bisnis dan di sepanjang jalan tol dan jalan arteri dengan lalu lintas padat untuk mencegah penggunaan selama jam sibuk,” tukasnya. (*)
Penulis: Rafli Noer Khairam
Editor: Binti Q. Masruroh