UNAIR NEWS – Torsio uterus adalah rotasi atau perputaran uterus bunting pada sumbu memanjangnya. Torsio uteri merupakan salah satu penyebab distokia yang dapat berakibat kematian pedet dan pengafkiran induk.
Hal itu yang dikaji oleh Sri Rahayu. Dalam risetnya, ia menjelaskan bahwa torsio uteri terjadi selama trimester terakhir kebuntingan atau saat proses melahirkan. Torsio pasca-serviks (uterus) lebih sering terjadi daripada torsio pra-serviks (vagina).
“Torsio ke kiri lebih sering terjadi daripada ke kanan. Gejala klinis bervariasi tergantung pada derajat torsio. Pertolongan torsio uteri ditujukan untuk memutar uterus kembali ke posisi fisiologisnya. Keberhasilan retorsi dipengaruhi oleh waktu dan derajat torsio uterus,” jelasnya.
Selanjutnya, ia juga menjelaskan bahwa kelahiran anak sapi dapat dilakukan pervaginam atau operasi sesar tergantung pada keberhasilan pembukaan serviks. Viabilitas anak sapi yang dilahirkan dari kasus torsio uteri bervariasi 14-90%.
“Setelah kejadian kasus torsio uteri perkembangan postpartum pada sapi juga bervariasi, mulai dari iritasi ringan, masa involusi uterus lebih panjangnya, hingga komplikasi fatal,” paparnya.
Kemudian, ia juga menjelaskan bahwa pada saat diperiksa sapi dalam posisi berdiri, maka untuk pertolongan terlebih dahulu sapi direbahkan dengan metode tali samping. Setelah itu sapi diguling-gulingkan (teknik rotasi) beberapa kali hingga diperoleh posisi pembukaan lumen serviks maksimum.
“Kedudukan fetus head flexion posture, sehingga untuk mengeluarkannya per vaginam terlebih dahulu dilakukan reposisi kepala,” jelasnya.
Pada akhir, ia memaparkan bahwa sebagai kesimpulan, kasus torsio uteri pada sapi induk Peranakan Simental telah berhasil ditangani 24 jam setelah tanda-tanda kelahiran dengan teknik rolling tradisional dan fetus dapat dikeluarkan per vaginam.
“Kondisi induk dan fetus passca pertolongan torsio uteri berangsur-angsur sehat kembali,” pungkasnya.
Penulis: Nuri Hermawan