Universitas Airlangga Official Website

Dubes Ukraina untuk RI: Konflik Ukraina-Rusia Bukanlah Soal Menjaga Keseimbangan Geopolitik

Duta Besar Ukraina untuk Republik Indonesia H.E. Vasyl Hamianin saat memaparkan materi dalam peluncuran Pusat Studi Eropa dan Eurasia FISIP UNAIR. (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Terdapat pusat studi baru yang diresmikan di FISIP UNAIR pada Senin (21/11/2022), yakni Pusat Studi Eropa dan Eurasia. Dalam merayakan peluncurannya, diundang Duta Besar Ukraina untuk Republik Indonesia H.E. Vasyl Hamianin untuk memberikan keynote speech. Judul pidato yang ia berikan adalah “Current Development of Russia’s War on Ukraine: What Will Happen after G20?”. Kegiatan peluncuran pusat studi ini digelar secara luring di Aula Soetandyo, Gedung C FISIP UNAIR.

Hamianin mengatakan bahwa respon internasional terkait kondisi Rusia-Ukraina masih berada dalam deadlock, karena Dewan Keamanan PBB kerap gagal dalam mengeluarkan aksi yang mengecam aksi perang tersebut. Hal ini dikarenakan Rusia sebagai anggota tetap kerap mengeluarkan veto untuk menggagalkan resolusinya.

Duta besar itu juga melontarkan ketidaksetujuannya pada premis bahwa konflik Rusia-Ukraina itu untuk menyeimbangkan geopolitik. Maksudnya adalah bahwa perang ini untuk mematahkan hegemoni Amerika Serikat dan negara-negara North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang menguat pasca Perang Dingin, dengan kekuatan dari blok Rusia dan Cina. Haminanin menambahkan bahwa tak jarang pakar-pakar geopolitik yang melontarkan opini tersebut.

“Pertanyaan saya sederhana, mengapa kita ingin menyeimbangkan kekuatan Barat, yang lekat dengan politik pemajuan demokrasi, dengan kekuatan diktatorial? Apakah kita ingin seperti itu? Kita bisa lihat bagaimana rezim yang berkuasa di Rusia, Cina, dan Korea Utara adalah rezim yang otoriter, bahkan totalitarian. Saya menolak bahwa perang ini adalah untuk menjaga keseimbangan geopolitik,” ujar diplomat itu.

Hamianin mengatakan bahwa penyeimbangan hegemoni barat tidak harus melalui peningkatan kekuatan diktatorial. Misal, NATO diseimbangkan dengan Gerakan Non-Blok, atau penyeimbangan negara maju dengan negara berkembang. Kehadiran G20 adalah contoh baik dari penyeimbangan kekuatan tersebut, dan saya apresiasi posisi yang diambil oleh Indonesia terkait konflik Rusia-Ukraina.

“Bila kita melihat sejarah Rusia dengan Ukraina, kita tidak sedang berbicara terkait pembebasan. Kita berbicara terkait kejahatan perang. Banyak warga Ukraina yang menjadi korban perang itu mereka berbahasa Rusia,” tutup Hamianin.

Pusat Studi Eropa dan Eurasia FISIP UNAIR ini diketuai oleh ‪Radityo Dharmaputra, dosen Hubungan Internasional UNAIR. Dalam rangkaian kegiatan peluncurannya, digelar pula kegiatan lokakarya.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan