Universitas Airlangga Official Website

Ekofeminisme BEM FIB, Bagi Edukasi Kesetaraan Perempuan

Pemaparan materi dari Amnesty UNAIR dan Walhi Jatim (Foto: Annisa)

UNAIR NEWSKementerian Aksi dan Strategis (Kastrat) BEM Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR) gelar acara bertajuk Ekofeminisme: Benang Merah Konstruksi Alam dengan Kondisi Puan. Acara tersebut bertempat di Sawiji Books pada Jumat (11/10/24).

Acara ini bertujuan untuk memberikan edukasi terkait kesetaraan hak perempuan di lingkungan, khususnya lingkungan kampus. Tema ini BEM FIB pilih karena melihat masih banyak permasalahan-permasalahan perempuan yang sering terjadi, bahkan di lingkungan kampus.  

BEM FIB unar mengundang dua pembicara, yaitu Sarah Nanda dari AMNESTY UNAIR dan Lila Puspitaningrum dari WALHI Jawa Timur. Kedua mengajak para peserta untuk sadar akan hak-hak perempuan untuk memperoleh kesetaraan. 

Pada sesi acara pertama, Lila Puspitaningrum memaparkan tentang pengertian dan asal dari munculnya gerakan feminisme di masyarakat. Feminisme sendiri memiliki banyak aliran seiring berjalannya arus global.

“Feminisme di sini diartikan sebagai sebuah gerakan yang menuntut emansipasi dan keadilan hal dengan laki-laki. Alur gelombang pergerakan feminisme dimulai dari 1792 hingga saat ini. Salah satunya aliran ekofeminisme yang mengaitkan ekologi dan kesadaran perempuan,” jelasnya

Selanjutnya tentang hubungan perempuan, feminisme hingga ekofeminisme tersebut berangkat dari individu masing-masing.Berlandaskan dari pemahaman bahwa perempuan punya hambatan yang berlapis di ruang domestik. Perempuan juga bukan subjek pasif, tapi sebagai agensi.

Pemateri kedua, Sarah menjelaskan tentang keterkaitan penindasan terhadap perempuan dan eksploitasi alam. Ia juga menjelaskan bahwa terdapat sebuah kendali dari sistem patriarki. “Ciri ideologi Patriarki menurut ekofeminisme, yaitu laki-laki harus berada di puncak dominasi dan harus lebih unggul daripada perempuan,” ungkapnya. 

Sarah menjelaskan bahwa alam sama dengan perempuan, bukan benda mati dan tidak boleh hanya masyarakat lihat dari satu perspektif saja. Beliau merekomendasikan sebuah film dokumenter sebagai sebuah bentuk pergerakan.

“Saya berikan rekomendasi film dokumenter, yaitu Tanah Ibu Kami tahun 2020 yang merekam berbagai gerakan ekofeminisme dari berbagai daerah, salah satu contohnya para Kartini Kendeng,” tambahnya.

Harapannya acara ini mampu menumbuhkan rasa partisipasi, kepedulian, dan berpikir kritis kepada seluruh lapisan generasi khususnya para mahasiswa di lingkup kampus. BEM FIB juga berharap akan semakin banyak perempuan yang memiliki ruang aman dan bebas dari patriarki.

Penulis: Ersa Awwalul Hidayah

Editor: Edwin Fatahuddin