Universitas Airlangga Official Website

Ekonom UNAIR Ungkap Dampak Penghapusan Kelas BPJS

Sumber: Kumparan

UNAIR NEWS – BPJS Kesehatan berencana menghapus pembagian kelas yang selama ini diterapkan. Penghapusan kelas itu rencananya akan mulai diterapkan pada Juli mendatang dan dimulai di 18 rumah sakit milik pemerintah.

Akankah penghapusan kelas 1, 2, dan 3 itu dapat mengoptimalkan layanan BPJS Kesehatan sebagai perpanjangan tangan pemerintah memberikan jaminan kesehatan pada masyarakat? Ekonom Universitas Airlangga Dr Rossanto Dwi Handoyo SE MSi PhD memberikan tanggapan.

Menurut Rossanto, pembagian kelas BPJS sudah selaras dengan UU Sistem Jaminan Nasional No. 40 Tahun 2004 tentang Ketentuan Kelas Standar. Namun sayangnya, selama ini BPJS Kesehatan dalam praktiknya terdapat beberapa irisan di antara ketiga kelas tersebut.

“Kalau misal kelas 3 penuh, tapi kelas 2 masih ada kuota, ya taruhnya di kelas 2. Hal ini tentunya sering memicu munculnya permasalahan di lapangan,” jelas dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNAIR itu.

Prinsip Kesamaan

Seperti diketahui, BPJS Kesehatan akan menghapus kelas 1, 2, dan 3 menjadi kelas standar. Menurut Rossanto, kelas standar tersebut bukan berarti kelas minimalis. Kelas standar merupakan kelas pelayanan minimal yang harus dipenuhi rumah sakit kepada pasien sebagai penerima manfaat dari BPJS.

“Diharapkan dengan standarisasi yang sama semua pihak bisa optimal dalam memberikan pelayanan, terutama dari pihak rumah sakit tanpa dibeda-bedakan berdasarkan kelas itu sendiri,” terang dosen di Departemen Ilmu Ekonomi itu.

Dr Rossanto Dwi Handoyo SE MSi PhD

Melalui penghapusan kelas itu, pengguna BPJS akan mendapatkan prinsip kesamaan atau equality di antara peserta lainnya. Rumah sakit diharapkan bisa menjadi lebih optimal dalam melayani pasien BPJS karena kebutuhan yang standar ini juga sudah tidak kaku.

“Misalnya untuk peserta BPJS itu mendapatkan kelas standar, yang memiliki luas minimal 7,2 meter persegi tempat tidur. Kalau pasien yang non-PBI (penerima bantuan iuran, Red) itu 10 meter persegi,” imbuhnya.

Pengoptimalan tersebut, kata Rossanto, bisa diterapkan pada semua aspek yang ada di rumah sakit. Misalnya, jarak antar tempat tidur, tersedianya meja kecil tempat tidur, suhu ruangan 20-25 derajat, tersedianya ventilasi udara, pencahayaan, dan ruangan dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, usia, serta jenis penyakit. 

“Jadi semuanya harus menjadi bagian dari SOP rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada pasien  BPJS,” tegasnya. (*)

Penulis :  Sandi Prabowo

Editor :  Binti Q Masruroh