Pada umumnya setiap pengantin baru pasti berharap dapat memiliki keturunan karena tujuan pernikahan salah satunya adalah melanjutkan keturunan. Oleh sebab itu, kehadiran bayi dalam sebuah keluarga merupakan keinginan utama dari setiap pasangan suami-istri. Dalam kebudayaan dan tradisi Bali, keturunan dapat dianggap sebagai sumber kebahagiaan seluruh keluarga. Oleh sebab itu, berbagai macam upaya dilakukan oleh pasangan menikah agar mendapatkan keturunan. Begitu pula yang terjadi pada masyarakat Bali dan mungkin juga pada seluruh masyarakat di dunia.
Pada masyarakat Bali pentingnya keturunan karena seorang anak sebagai penerus garis keturunan dan sebagai pelestari adat dan tradisi. Di samping itu kedudukan anak atau keturunan termasuk sesudah mereka melangsungkan perkawinan (pasangan suami istri) sangat penting karena terkait dengan penerusan tanggung jawab orang tua dan leluhur baik berupa kewajiban atau swadharma maupun hak atau swadikara. Sama halnya dengan masyarakat-masyarakat lainnya di dunia, bagi masyarakat Bali memiliki keturunan adalah sebuah anugerah Tuhan yang harus selalu disyukuri.
Pada era modern seperti saat ini, banyak pasangan yang tidak mempersoalkan jenis kelamin anak. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan bagi mereka sama saja. Namun, dalam kenyataannya ada semacam diskrinimasi terhadap jenis kelamin seorang anak. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata jenis kelamin anak masih menjadi persoalan. Hal ini nampak dari ekspresi verbal atau ungkapan yang diberikan ketika menyambut kelahiran bayi dengan jenis kelamin tertentu.
Variasi ekspresi verbal yang diberikan terhadap kelahiran seorang bayi pada masyarakat Bali bermacam-macam bentuknya. Ekspresi verbal tersebut sangat menarik untuk dikaji dan dianalisis dari sudut pandang linguistik kebudayaan. Ekspresi verbal tersebut bukan hanya semata-mata data linguistik yang berdiri secara linier sebagai rentetan bunyi, melainkan merupakan bagian dari ekspresi totalitas lahir-batin (ekspresi verbal maupun non-verbal) masyarakat penuturnya berdasarkan konteks budaya yang dimiliki beserta dengan segala nilai-nilai kehidupan secara individual maupun berkelompok. Masyarakat Bali sebagaimana telah diketahui secara umum, menganut sistem perkawinan patrilineal yang menempatkan garis keturunan ada pada anak laki-laki. Maka dari itu dalam adat dan tradisi Bali, seorang anak laki-laki memegang peranan penting dibandingkan dengan anak perempuan. Untuk itu, persoalan jenis kelamin anak pun akan sangat diperhitungkan dan hal itu terlihat jelas dalam ekspresi verbal dalam menyambut kelahiran seorang bayi.
Tulisan ini membahas ekspresi verbal yang disampaikan oleh masyarakat Bali terhadap kelahiran seorang bayi baik laki-laki maupun perempuan. Ekspresi verbal tersebut berupa pengungkapan yang disampaikan atas kelahiran seorang bayi melalui media sosial. Data ekspresi verbal ini diambil dari media sosial Facebook dan Whatsapp group.
Ekspresi verbal untuk kelahiran bayi laki-laki
Dari inti ekspresi verbal (bentuk pengungkapan) pada media sosial terlihat kebahagiaan yang mendalam dan rasa syukur ketika mendapatkan seorang bayi laki-laki. Hal itu tercermin dari pilihan kata atau diksi dalam konstruksi ekspresi verbal tersebut. Di samping mengandung kebahagiaan dan rasa syukur, bentuk pengungkapan tersebut juga mengandung doa dan harapan yang secara keseluruhan mengandung makna positif.
Untuk mengetahui adanya bias gender pada ekspresi verbal tersebut, data diklasifikasikan menjadi dua yaitu data dengan makna positif dan negatif yang dipresentasikan dalam bukti linguistik yang ditemukan. Bentuk pengungkapan dengan makna positif terlihat sebagai berikut: fisik (jagoan, jagoan ganteng, jagoan top, pangeran, putera tercinta yang ganteng, putera ganteng); penerus keluarga (pewaris keluarga, Penerus keluarga, tiang penjaga keluarga); rasa syukur (berkah, anugerah, Sangat bersyukur atas nikmat dan anugerah ini, Bentuk kasih sayang Tuhan yang sangat besar, Seperti dapat undian 1M; harapan (suputra, kebanggaan keluarga). Makna negatif tidak ditemukan dalam data bentuk pengungkapan kelahiran bayi laki-laki. Hal ini merefleksikan bahwa kelahiran seorang bayi laki-laki pada masyarakat Bali pada umumnya merupakan suatu kebahagiaan dan rasa syukur kepada Tuhan. Oleh karena itu, kelahiran bayi laki-laki merupakan keturunan yang benar-benar diharapkan seperti pada ungkapan “Inilah yang saya inginkan baby laki-laki penerus keturunan di sini”.
Ekspresi verbal untuk kelahiran bayi perempuan.
Kelahiran seorang bayi perempuan direspon dengan berbagai ekspresi verbal dalam bentuk ungkapan dan ucapan oleh masyarakat Bali di media sosial. Seperti halnya ucapan untuk laki-laki, ucapan untuk bayi perempuan juga akan difokuskan pada inti bentukpengungkapan tersebut. Seperti halnya pada kelahiran bayi laki-laki, ekspresi verbal kelahiran bayi perempuan akan diklasifikasikan juga menjadi dua bagian yaitu makna positif dan negatif untuk melihat bias gender yang nampak pada bentuk pengungkapan tersebut. Bentuk pengungkapan dengan makna positif terlihat dari unsur – unsur sebagai berikut: fisik; (Putri cantiknya, Bidadari cantik); sifat penurut; (berbakti kepada orang tua) penyangga keluarga; (: tukang canang, menjaga adik-adiknya, membantu ibunya); harapan; (suputra, calon diplomat, menambah kebahagiaan, anak yang sehat); penerus keluarga (–) rasa syukur (–). Sedangkan untuk makna negatif terlihat adanya kurang bersyukur; (Kanggoang luh, idepang sing ngelah); penyesalan (Yah..cewek lagi).
Inti bentuk pengungkapan yang bermakna positif lainnya secara fisik perempuan diasosiasikan sebagai puteri. Kata ini membentuk frase puteri cantiknya, puteri tersayang, bidadari cantik. Hal ini sesuai dengan makna asosiasi bahwa seorang perempuan diibaratkan seorang puteri dan bidadari.. Untuk ekspresi verbal atau bentuk pengungkapan positif yang berupa doa dan harapan dimarkahi dengan kata selamat dan semoga seperti ; Selamat atas kelahiran bidadari cantiknya, Semoga menjadi anak yang sehat; Semoga menjadi anak yang berbakti pada orangtuanya
Dari perbandingan ekspresi verbal yang diberikan terhadap kelahiran bayi laki-laki dan perempuan terlihat adanya bias gender dimana ekspresi verbal untuk kelahiran bayi laki-laki cenderung bermakna positif sedangkan untuk bayi perempuan ditemukan ekspresi verbal bermakna negatif dengan adanya penyesalan dan sikap kurang bersyukur. Dengan demikian dapat dikatakan, bukti linguistik dalam bentuk ekspresi verbal tersebut mengandung muatan-muatan budaya yang merefleksikan sistem sosial, ideologi, pandangan hidup, tradisi dan budaya masyarakat Bali.
Penulis: Dr. Ni Wayan Sartini
Link terkait tulisan di atas: https://ojs.unud.ac.id/index.php/kajianbali/issue/view/3661