Jinten hitam atau Nigella sativa L. merupakan tanaman yang selain digunakan sebagai bumbu dapur juga berkhasiat obat yang telah banyak dipakai untuk pengobatan berbagai penyakit. Di Indonesia jinten hitam dikenal sebagai habbatussauda, dan diketahui digunakan untuk mengobati darah tinggi, kolesterol tinggi, maupun mengobati infeksi karena mempunyai efek antibakteri dan antivirus. Biji Nigella sativa mengandung zat aktif yang penting, yaitu senyawa yang disebut timokuinon, ditimokuinon, timohidrokuinon, timol, carvacrol, nigellimine-N-oksida, saponin dan alfa-hederin, yang memiliki fungsi signifikan dalam pengobatan diabetes menggunakan konsentrasi ekstrak.
Perbedaan kondisi geografis tempat tumbuh, menyebabkan kandungan zat aktif yang berbeda pada jinten hitam yang diisolasi dari daerah yang berbeda. Pada penelitian ini digunakan jinten hitam yang ditumbuhkan di negara Rwanda. Ekstraksi kandungan biji jinten hitam dilakukan menggunakan metode maserasi menggunakan etanol 96%. Skrining fitokimia secara sistematis dari ekstrak tersebut dilakukan sesuai dengan metode standard untuk mengevaluasi secara kualitatif bahan metabolit sekunder yang terkandung di dalam ekstrak tersebut, yaitu ditujukan untuk kandungan tannin, terpenoid, steroid, saponin, alkaloid, senyawa fenolik, dan flavonoid. Penemuan penting dari fitoskrining adalah mengkonfirmasi bahwa bahwa ekstrak 96% etanol mengandung zat bioaktif yang memiliki sifat germisida, yaitu tannin (+), terpenoid (+), steroid (+), saponin (++), alkaloid (++), senyawa fenolik (+++), dan flavonoid (++). Selanjutnya uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96% biji jinten hitam telah dilakukan terhadap bakteri Staphylococcus aureus American Type Culture Collection (ATCC) 29213 (Gram positif), Enterococcus faecalis ATCC 29212 (Gram positif), dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 (Gram negative). Uji ini dilakukan menggunakan metode agar well diffusion. Bakteri dibiakkan pada agar Mueller-Hinton pada cawan petri. Pada tiap agar tersebut dibuat lobang sumuran (well) untuk uji ekstrak. Masing-masing sumur diisi dengan 100 µL ekstrak kemudian masing-masing bakteri diinokulasikan pada agar secara terpisah. Uji ini dilakukan pada suuhu 37ºC selama 24 jam. Sebagai kontrol negatif adalah dimetil sulfoksida (DMSO) dan kontrol positif adalah Gentamycin. Aktivitas antibakteri ditentukan berdasarkan lebar zona penghambatan pada masing-masing sumur. Uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak 96% etanol biji jinten hitam lebih efektif terhadap bakteri Gram-positif dari pada Gram-negatif. Hal ini ditunjukkan dengan diameter zona penghambatan yang lebih lebar pada S. aureus American ATCC 29213 (16.3 ±1.5 mm) dan E. faecalis ATCC 29212 (14.5 ±0.5 mm) daripada P. aeruginosa ATCC 27853 (11.3 ±1.1 mm), dibandingkan dengan DMS (0 mm) dan Gentamycin, yaitu 25.6±0.5 mm; 20.6±1.1 mm; dan 19±0.5 mm untuk masing bakteri tersebut. Konsentrasi penghambatan minimum (minimum inhibitory concentration atau MIC) adalah konsentrasi terendah yang menunjukkan kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri setelah inkubasi. MIC ditentukan berdasarkan pedoman dari Clinical and Laboratory Standards Institute (Wayne, 2013). Untuk menentukan MIC ekstrak dicampur dengan DMSO dan Mueller–Hinton broth untuk membuat konsentrasi 25, 50 dan 100 μg/ml. Single colony bakteri dari masing-masing bakteri diencerkan dengan 9 ml peptone untuk membuat bakteri dengan konsentrasi 5×105 colony-forming units/ml. Kemudian masing-masing bakteri diinokulasikan ke masing-masing cawan petri. Inkubasi dilakukan pada suhu 35°C selama 24 jam (Ugur et al., 2016). MIC untuk bakteri S.aureus ATCC 29213 adalah 0.5 µg/ml, untuk E. faecalis ATCC 29212 adalah 2.5 µg/ml, dan untuk P. aeruginosa ATCC 27853 adalah 1.25 µg/ml. Sitotoksistas dari ekstrak kemudian diuji terhadap ploriferasi peripheral blood mononuclear cells (PBMC). Menggunakan metode 3-(4,5- dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromide (MTT) assay (Mohammed et al., 2019). Ekstrak pada konsentrasi 25, 50, and 100 μg/ml dicampur dengan PBMC dengan total volume 200 µl/well pada 24 well microplate. Sebanyak 20 µl tetrazolium dye (5 mg/ml) ditambahkan ke dalam tiap well. Inkubasi dilakukan selama 1, 2 dan 3 hari. Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak biji jinten hitam tidak menunjukkan efek apa pun terhadap proliferasi PBMC selama periode tiga hari.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak 96% ethanol biji jinten hitam menunjukkan efek luar biasa terhadap bakteri Gram-positif dengan zona hambat terbesar untuk S aureus ATCC 29213, diikuti E. fecalis ATCC 29212, dan P. aeruginosa ATCC 27853. Bakteri S. aureus dapat menyebabkan infeksi kulit, osteomielitis (infeksi pada tulang), dan sepsis. E fecalis terdapat pada saluran akar gigi, dan termasuk bakteri proteolitik yang dapat menyebabkan pembusukan pada makanan. P. aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penyebab infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun, juga merupakan flora normal usus dan kulit manusia. Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak 96% etanol, maka diharapkan ektrak ini dapat mengatasi penyakit yang disebabkan oleh ketiga bakteri tersebut.
Penulis: Heny Arwati.
Informasi mengenai riset ini dapat diakses secara lengkap pada:
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/view/26799
KEMAS 16 (3) (2021): 308-314.