Universitas Airlangga Official Website

Empat Pilar Berpikir Kritis dalam Menulis

Novri Susan SSos MA PhD saat memaparkan materi bertajuk “Sosiologi: Berpikir Kritis dalam Menulis” (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Kemampuan berpikir kritis merupakan elemen dasar dalam menulis. Hal itu pernyataan Novri Susan SSos MA PhD, dosen sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) saat menjadi pemateri dalam Forum Alumni Magister Sosiologi FISIP UNAIR, Sabtu (27/5/2023). Forum tersebut mengulas Empat Pilar Berpikir Kritis dalam Menulis.

Menurut Novri, berpikir kritis dalam ilmu sosial berarti sebagai pengetahuan untuk menganalisis permasalahan, ide, atau gagasan yang kemudian tertuang dalam bentuk tulisan. Ia menyebut ada empat cara mengembangkan kemampuan berpikir kritis.

1. Knowledge Ability

Novri menjelaskan bahwa pilar utama dari berpikir kritis adalah meningkatkan kapasitas pengetahuan. Di era sekarang, pengetahuan mudah didapatkan dengan perkembangan media yang semakin beragam. Namun, ia melihat realitas itu bagaikan pedang bermata dua yang juga menyerupai ancaman.

Knowledge ability saat ini mendapat tantangan besar. Kita harus teliti mengetahui dari mana sumber informasi berasal dan siapa yang menyampaikannya agar kita hanya mengakses informasi yang telah terverifikasi secara ilmiah atau dari mereka yang memiliki kompetensi,” ujar sekretaris jenderal Asosiasi Program Studi Sosiologi Indonesia (APPSI) itu.

Dengan pengetahuan, imbuhnya, maka setiap agensi baik individu maupun kolektif bisa menciptakan sebuah wacana. Diskursus yaitu ruang bertukar ide dan gagasan secara independen berlandaskan bekal pengetahuan.

2. Humanism Perspective

Menurut pakar sosiologi konflik tersebut, seorang penulis yang berpikir kritis harus mengutamakan prinsip-prinsip humanisme seperti keadilan dan kesetaraan. Perspektif ini, lanjutnya, tidak hanya digunakan secara teoritik, namun menjadi basis saat menulis. 

“Ketika kita menulis di media apapun, kita harus memandang dari prinsip humanisme. Yang paling sederhana, kita tidak boleh melakukan stigma terhadap kelompok lain,” terang Novri.

3. Progressive Imagination

Ia menambahkan, pilar ketiga dari berpikir kritis adalah imajinasi penulis untuk memproyeksikan tulisannya menjadi sesuatu yang bersifat progresif. Artinya, sebuah tulisan harus berorientasi untuk mengubah keadaan tertentu menuju keadaan yang lebih baik.

“Kalau kita ingin menuliskan sesuatu, kita harus membayangkan tulisan kita ini akan menciptakan perubahan apa atau kesadaran individu untuk mengubah apa,” tuturnya.

4. Inclusive

Bagi sosiolog penganut mazhab eklektik itu, kemampuan berpikir kritis dalam menulis mendorong seseorang untuk terbuka terhadap pendapat lain. Sebab setiap tulisan yang berasal dari pemikiran individu bukan merupakan kebenaran yang absolut, melainkan dialektika.

Penulis: Sela Septi Dwi Arista

Editor: Nuri Hermawan