Universitas Airlangga Official Website

Fatia Maulidiyanti: Pelanggaran Kebebasan Sipil di Indonesia Seringkali Lepas Tanpa Akuntabilitas

Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti sedang memberikan awalan materi dalam Diskusi HRLS UNAIR. (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Seri kesepuluh webinar Human Rights Law Studies (HRLS) UNAIR diadakan pada Selasa siang (19/4/2022). Aspek HAM yang akan didedah dalam kegiatan akademik itu adalah terkait kebebasan sipil. Kebebasan sipil disini cakupannya adalah kebebasan berkumpul, kebebasan berekspresi, kebebasan berserikat, kebebasan pers, hingga kebebasan akademik. Acara tersebut dibuka dengan pemaparan dari narasumber pertama, Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti.

Fatia menjelaskan bahwa kebebasan sipil itu memiliki tiga pilar yang harus diimplementasikan. Pertama, adalah penjaminan partisipasi masyarakat yang bermakna pada isu apa saja. Kedua, perlindungan untuk mereka yang beresiko dilanggar kebebasannya. Ketiga, pemajuan saluran partisipasi yang inklusif.

“Tiga pilar ini kerap dilanggar oleh pemerintah Indonesia. Dalam pilar partisipasi, kita bisa melihat betapa minimnya partisipasi publik yang bermakna dalam pembuatan omnibus law. Penjalanan pilar perlindungan juga terdapat ketimpangan. Kawan-kawan kita yang ingin melakukan protes di Papua, pasti akan lebih rentan ditangkap daripada teman-teman di Jakarta,” ujar pembela HAM itu.

Fatia mencatatkan bahwa terdapat permasalahan kunci di Indonesia terkait kebebasan sipil. Pertama, luasnya wewenang yang diberikan pada kepolisian namun minim pengawasan dan evaluasi. Sehingga menurutnya, banyak sekali kasus kekerasan aparat keamanan itu bisa lepas dari akuntabilitas. Ia juga menyinggung bahwa kepolisian bertendensi melindungi pejabat publik yang dikritik oleh publik, dengan cara mengkriminalisasi pengkritik tersebut. Fatia menambahkan bahwa gejala ini merupakan translasi budaya impunitas yang telah mengenlindani penyelesaian pelanggaran HAM berat di Indonesia.

“Apalagi dalam demokrasi digital kita, seringkali orang yang mengkritik pemerintah akan mendapat serangan dari buzzer. Mereka akan mendiskreditkan pendapat tersebut dengan kontra narasi dan serangan-serangan siber seperti doxxing,” paparnya.

Namun menurut Fatia, masih ada peluang untuk pemajuan kebebasan sipil. Hal tersebut dengan memperkuat gerakan yang mempertahankan demokrasi dan memajukan HAM secara organik. Ia berkata bahwa gerakan organik seperti ini di Indonesia masih cenderung terfragmentasi, sekalipun persoalan yang diresahkan itu sama. Oleh karena itu, perlu ada konsolidasi gerakan-gerakan tersebut agar dapat memiliki daya tawar yang strategis.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan