UNAIR NEWS – Pusat Studi Hukum Kesehatan Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (UNAIR) mengadakan focus group discussion (FGD) dengan tema Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Rabu (29/6/2022). FGD yang dilakukan secara hybrid di ruang Faculty Club gedung A FH UNAIR dan melalui Zoom meeting itu menghadirkan dosen FH UNAIR Prillian Cahyani SH SAP MH LLM.
Dalam paparan materi, Prillian mengatakan saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang lebih khusus membahas aspek hukum kesalahan pengobatan dalam pelayanan kefarmasian. Lebih lanjut, ia menyebut kesalahan pengobatan ini muncul di standar pelayanan kefarmasian namun belum ada di peraturan Undang-Undang.
“Salah satu pelayanan kefarmasian adalah pelayanan obat dengan resep dokter. Dalam melakukan pelayanan resep obat itu harus didasarkan pada standar pelayanan kefarmasaian yang ternyata ada potensi berupa kesalahan pengobat atau medication error,”tuturnya.
Belum Memiliki Pengertian Secara Yuridis
Prillian mengatakan, istilah kesalahan pengobatan atau medication error belum memiliki pengertian secara yuridis dalam peraturan perundang-undangan. Menurutnya, hal tersebut kedepannya dapat bermasalah terkait dengan definisi kesalahan pengobatan secara yuridis dan siapa yang akan bertanggung jawab jika terjadi kesalahan pengobatan.
“Masalah hukum yang muncul kemudian terkait pemberian obat ini siapa nanti harus bertanggung jawab secara hukum jika terjadi kesalahan obat, karena mengingat perjalanan pelayanan kefarmasian itu cukup panjang.
Lebih lanjut, Prillian menilai belum adanya peraturan undang-undang yang jelas tentang pertanggung jawaban masing-masing dari tenaga kesehatan dan tenaga medis terkait kesalahan pengobatan akan sangat riskan dalam aspek hukum. Padahal, menurutnya, tujuan hukum harus ada kepastian, kemanfaatan, dan itu harus dicapai.
Perlindungan Hukum Belum Maksimal
“Jika ini belum diatur detail dalam peraturan perundang-undangan, nanti perlindungan hukum terhadap tenaga medis dan tenaga kesehatan kurang bisa dilaksanakan dengan maksimal,” ungkapnya.
Kemudian, Prillian mengatakan pada masa sekarang ini juga muncul istilah resep elektronik. Menurutnya, resep elektronik ini dapat menimbulkan isu etik dan juga isu hukum. Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana jika terjadi kebocoran data karena mudah diakses.
“Di sini muncul yang namanya penulisan resep dengan sistem elektronik yang saat ini pelayanan kesehatan itu diarahkan ke pelayanan elektronik apalagi pada saat pandemi seperti ini,” jelasnya.
Selain menghadirkan akademisi hukum, FGD tersebut juga menghadirkan dokter Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) dr Wahyu Endah Prabawati SpM, Komite Keperawatan RSUA Wikan Purwihantoro SKep Ns MKep, Dr Yulistiani Msi Apt yang merupakan dosen Fakultas Farmasi (FF) UNAIR, serta Inge Dhamanti SK MKes MPH PhD dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNAIR. (*)
Penulis: Wiji Astutik
Editor: Binti Q. Masruroh