Universitas Airlangga Official Website

FH UNAIR Adakan Diskusi Hukum Internasional Tentang Ekosida

FH UNAIR Adakan Diskusi Hukum Internasional Tentang Ekosida
FH UNAIR Adakan Diskusi Hukum Internasional Tentang Ekosida

UNAIR NEWS – Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (UNAIR) mengadakan Illusion Vol.4 International Law Discussion dengan tema “Ratifikasi Ekosida Sebagai Kejahatan Internasional “ yang menjadi serangkaian acara dari Airlangga Law Festival (ALFEST) 2023, pada Jumat (27/10/2023). 

Pembahasan terkait Ekosida ini memang sedang ramai dibicarakan. Dimana mulai menjadi fenomena tindak kejahatan yang digadang-gadang dapat didorong untuk menjadi kejahatan Internasional. Akan tetapi regulasi maupun penetapan menjadi kejahatan internasional perlu sekali dihadapkan pada keresahan secara global. 

Penjelasan Ekosida 

Ekosida secara umum memiliki arti sebagai tindakan terencana baik langsung atau tidak untuk menguras dan menghancurkan serta memusnahkan eksistensi sebuah tata kehidupan semua makhluk. Singkatnya satu tindakan pemusnahan sumber daya alam secara terstruktur, sistematis, dan masif. 

“Ekosida itu perpanjangan dari cerita kejahatan lingkungan yaitu penghancuran substansial yang integral dari ekosistem dan rekat dengan cerita kepunahan,” jelas Sekar selaku Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia. 

Pembahasan terkait ekosida sebenarnya berhubungan terkait kerusakan lingkungan pada saat ini. Banyak korporasi yang melanggar adanya perundang-undangan terkait perlindungan lingkungan untuk mendapatkan peluang yang lebih luas. 

Akibatnya, peningkatan suhu bumi pun menjadi lebih panas daripada sebelumnya. 

Sekar (Greenpeace Indonesia) memberikan argumennya dalam Illusion Vol.4 International Law Discussion bertema “Ratifikasi Ekosida Sebagai Kejahatan Internasional . (Sumber: Nokya Suripto Putri)

Diskusi terkait Ekosida 

Lambat laun, urgensi pada kerusakan lingkungan ini menjadi penting untuk diperhatikan. Dan kondisi kerusakan lingkungan ini sudah menjadi kejahatan lingkungan yang semakin kompleks dan bisa dikatakan sebagai ekosida.

“Ekosida itu, bisa dikatakan sebagai tindak kejahatan tingkat 5 sama halnya dengan genosida. Tapi bedanya, Ekosida masih di konteks new crime. Dan tantangannya bagaimana negara – negara dapat sepakat untuk menjadikan ekosida sebagai kejahatan Internasional,” tutur Go Lisanawati, Dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya. 

Kini, korporasi turut menjadi penyumbang terbesar dalam terbentuknya ekosida. Menjadi sebuah hal yang terstruktur dan berdampak luas. 

Triyono Wibowo Amb ret turut menjelaskan bahwasannya ketika ingin menjadikan sesuatu hal yang awal sifatnya nasional dan berasal negara berkembang akan sulit untuk mengajukan dalam berbagai konferensi Internasional, seperti pada International Criminal Court (ICC). 

Triyono menyebutkan, jika ingin mengajukan ekosida sebagai kejahatan internasional diperlukan untuk melalui tahapan-tahapan dengan memberikan bukti yang sesuibahwa ekosida bisa dijadikan kejahatan internasional. 

Tentu prosesnya sangat panjang dan belum tentu dapat disetujui bersama. Melihat bahwa hukum terkait lingkungan tidak tegas atau black and white selalu bergantung pada situasi atau kepentingan publik. 

“Contoh, lumpur lapindo dan kelapa sawit. Dulu pelaksanaannya diperbolehkan tidak dianggap ilegal akan tetapi dampak yang terjadi dianggap karena tidak melakukan sesuai dengan regulasi yang ada dan terjadilah kerusakan lingkungan,” tambah Triyono. 

Kerusakan itu, tetap dianggap sebagai kejahatan lingkungan nasional dan tidak menjadi internasional karena dampaknya tidak dirasakan secara global. 

Penulis: Nokya Suripto Putri 

Editor: Feri Fenoria