UNAIR NEWS – Fakultas Hukum (FH) UNAIR berhasil menyelenggarakan kuliah tamu secara daring pada Selasa (1/3/2023). Kuliah tamu tersebut merupakan serial kuliah tamu yang mengundang Prof Lovepreet Kaur sebagai pembicara. Prof Lovepreet sendiri adalah seorang peneliti feminis dari York University, Canada.
Acara dibuka dengan sambutan dari perwakilan dosen FH UNAIR Amira Paripurna SH LLM PhD. Amira menjelaskan bahwa serial kuliah tamu ini bertujuan untuk menambah wawasan partisipan terkait hukum yang berlaku di India, seperti hukum perlindungan perempuan, hukum tawanan, hingga hukum perlindungan minoritas.
Isi Undang-Undang
Lovepreet membagi kuliah tamunya menjadi tiga bagian yang terdiri dari: (1) pengenalan Criminal Law Amendment Act 2018, (2) Jenis-jenis kategori kekerasan pada perempuan, dan (3) implementasi Criminal Law Amendment Act 2018. Menurut Lovepreet, undang-undang baru tersebut dibuat sebagai bentuk komitmen pemerintah India dalam memberantas kekerasan seksual pada perempuan.
Criminal Law Amendment Act 2018 juga mendefinisikan ulang consent dalam sebuah hubungan. “Seorang gadis di bawah 16 tahun tidak bisa memberikan consent karena ia masih di bawah umur. Selain itu, sebuah consent tidak dapat disebut free-consent apabila seseorang berada di bawah pengaruh atau tekanan,” ujar Lovepreet.
Ia juga menegaskan bahwa undang-undang baru di India juga menyoroti perilaku baru dari para pelaku pelecehan seksual. Maraknya penggunaan media sosial membuat pelaku pelecehan seksual mudah untuk men-stalking korbannya. “Stalking sendiri dapat berupa tindakan ketika seseorang mencoba untuk mengontak wanita sehingga wanita tersebut merasakan emotional distress,” jelas Lovepreet.
Implementasi Undang-Undang
Lovepreet juga membahas bagaimana undang-undang yang disahkan pada 2018 tersebut dapat berjalan optimal. Menurut Lovepreet, koordinasi yang baik antara lembaga penegak hukum, organisasi sipil, dan individu sangat diperlukan dalam penerapannya.
Lovepreet menekankan pada pendekatan ramah ketika berkomunikasi dengan korban. Selain itu, lanjutnya, peran organisasi sipil sangat diperlukan untuk memberikan tempat aman dan menyediakan konselor bagi korban.
“Tiap individu dapat berperan dengan memberikan rasa aman kepada korban dan tidak mengucilkan mereka,” ujarnya.
Dalam kuliah tersebut, Lovepreet turut membandingkan hukum perlindungan perempuan di India dan Indonesia. Menurutnya, Indonesia sudah memberikan langkah positif dengan mengesahkan Undang-Undang Pencegahan Kekerasan Seksual (UU PKS).
Pada akhir kuliah, Lovepreet menekankan pentingnya peran tiap individu dalam melindungi perempuan dari pelecehan seksual. Kerja sama dari pemangku kepentingan juga diperlukan agar implementasi undang-undang dapat berjalan optimal.
“Sebagus apapun isi undang-undang akan menjadi sia-sia jika tidak ada koordinasi antarpihak,” tutup Lovepreet.
Penulis: Adil Salvino Muslim
Editor: Nuri Hermawan