Universitas Airlangga Official Website

Film Dear David Dikritik, Pakar UNAIR: Kedewasaan Penonton Diperlukan

Sumber: www.cxomedia.id

UNAIR NEWS – Film berjudul Dear David yang dibintangi oleh Shenina Cinnamon, Emir Mahira, dan Caitlin North Lewis mendapat berbagai kritik pedas dari masyarakat. Hal ini dikarenakan film yang diproduksi oleh Netflix tersebut dinilai menormalisasi fenomena standar ganda dalam kasus kekerasan seksual yang ada di Indonesia. Selain itu, adanya unsur lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dalam film tersebut juga menuai banyak kecaman dari masyarakat.

Oleh karena itu, kepada para penikmat film di seluruh Indonesia dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (FISIP UNAIR) Igak Satrya Wibawa SSos MCA PhD berpesan bahwa kedewasaan penonton adalah hal yang paling diperlukan.

Fenomena Standar Ganda

Fenomena standar ganda adalah penilaian yang berbeda kepada suatu kelompok tertentu dalam sebuah kasus yang serupa. Berkaitan dengan kritik bahwa film Dear David menormalisasikan fenomena standar ganda, Igak menjelaskan bahwa pembuat film memiliki kebebasan untuk memilih tema, karakter, alur, hingga ending dalam produksi filmnya. 

“Ranah produksi adalah kebebasan pembuat film dan ranah menikmati adalah kebebasan penonton. Keduanya tidak bisa saling memaksakan. Dia (film Dear David, Red) juga tidak melanggar hukum dan etika di masyarakat, sehingga masyarakat harus memahami hal itu” terang Igak.

Selain itu, Igak memaparkan bahwa film Dear David yang berhasil menciptakan dialektika di masyarakat tentang fenomena standar ganda adalah hal yang baik.“Mungkin kalau gak ada film ini (Dear David, Red), gak ada pembicaraan tentang fenomena standar ganda,” jelas Igak.

“LGBT memang isu sensitif. Itulah alasan ditayangkan di Netflix, bukan di televisi nasional. Selain itu ada pembatasan usia juga. Utamanya di sini, kedewasaan penonton diperlukan,” terangnya.

Alternatif Pemikiran

Selain itu, Igak menegaskan bahwa film yang disutradarai oleh Lucky Kuswandi tersebut merupakan sebuah alternatif pemikiran. “Sebagai orang yg menekuni kajian sinema, film ini mencerminkan keberagaman ide dan keberagaman kreativitas di Indonesia. Film ini menawarkan pemikiran alternatif yang jarang dimunculkan di film Indonesia,” jelasnya. (*)

Penulis: Tristania Faisa Adam

Editor: Binti Q. Masruroh