UNAIR NEWS – FKH UNAIR bersama Kelompok Usaha Bersama (KUB) dan kelompok Masyarakat (POKMAS) pembudidaya udang Vaname Desa Wringinputih, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi bersinergi dalam peningkatan kesejahteraan melalui short training/course dalam format pengabdian masyarakat (pengmas). Pengmas tersebut berkaitan dengan permasalahan penurunan kualitas air, penyakit dan menjaga/peningkatan kesehatan udang serta konservasi bakau di hutan mangrove Pantai Cemara, Teluk Pangpang Banyuwangi.
Dalam program short training oleh dosen Divisi Parasitologi dan dosen pengampu mata kuliah Penyakit Satwa Aquatik FKH UNAIR ini melibatkan banyak ahli di bidangnya. Para pembudidaya udang, pemerhati dan penggiat conservasi mangrove dalam berbagai kelompok antara lain KUB Selayar, KUB Mina Sero Laut, Pokmas Bakti Teluk Pangpang, Pokmas Kerajaan Vaname di desa Wringinputih memanfaatkan kegiatan tersebut.
Acara terselenggara Kamis (1/5/2025) bertepatan dengan MayDay di Teluk Biru Homestay, Jalan Timur Pasaranyar KM 1 Desa Wringinputih Muncar Banyuwangi. Acara tersebut juga disiarkan melalui Kanal YouTube FKH UNAIR dan Zoom Meeting. Mengangkat tema “Permasalahan kualitas air, penyakit dan menjaga/peningkatan kesehatan udang” acara tersebut menghadirkan beberapa narasumber yang kompeten di bidangnya.

Para peserta yang hadir dari para pembudidaya udang Vaname menyampaikan permasalahan penurunan produksi udang mengakibatkan angka kematian yang cukup tinggi. Kondisi ini merupakan akibat dari penurunan kualitas air yang digunakan para pembudidaya pada kolam tambak yang berasal dari air laut di sekitar Teluk Pangpang. Para pembudidaya mengeluhkan masalah tersebut mengingat sebagian besar sebagai pembudidaya udang rakyat (tradisional) sehingga ingin mendapat pencerahan tentang penurunan kualitas air laut .
Kualitas Air Laut
Prof Muchammad Yunus sebagai ketua pelaksana pengabdian masyarakat tersebut dan sekaligus sebagai narasumber menjelaskan bahwa penurunan kualitas sumber air laut yang digunakan dalam budidaya udang Vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu isu krusial dan keberlanjutan pada industri akuakultur. Air laut digunakan sebagai sumber utama media pemeliharaan udang, terutama dalam sistem budidaya intensif dan semi-intensif. Kualitas air laut yang menurun akan berdampak langsung terhadap kesehatan, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup udang.
Penyebab turunnya kualitas air antara lain pertama karena pencemaran limbah domestik berasal dari limbah rumah tangga yang mengandung deterjen, bahan organik, dan logam berat masuk ke laut melalui sungai. Kedua, limbah industri berasal pabrik pengolahan makanan, petrokimia, dan tekstil yang mengandung zat berbahaya seperti merkuri, kadmium, dan pestisida. Ketiga, eutrofikasi, masuknya nutrien berlebih (nitrat dan fosfat) dari pupuk pertanian menyebabkan pertumbuhan fitoplankton secara berlebihan (algae bloom), hal ini mengurangi kadar oksigen terlarut (DO) dan meningkatkan toksisitas amonia serta nitrit.
Keempat, pencemaran minyak dan bahan kimia, tumpahan minyak dan penggunaan bahan kimia (pestisida/herbisida) di wilayah pesisir menyebabkan degradasi habitat laut dan gangguan fisiologis pada udang. Kelima, aktivitas reklamasi dan deforestasi mangrove menyebabkan peningkatan sedimen di perairan pesisir, yang mengganggu kualitas air dan mengurangi penetrasi cahaya. Keenam, perubahan iklim dan intrusi air tawar, peningkatan suhu air laut mengubah komposisi kimia air (mengurangi kelarutan oksigen). Hujan berlebih atau intrusi air tawar bisa menurunkan salinitas secara drastis, berbahaya bagi udang Vaname yang sensitif terhadap fluktuasi salinitas.
Dampak Turunnya Kualitas Air
Penurunan kualitas air dapat berdampak pada beberapa hal. Antara lain penurunan Oksigen Terlarut (DO), menghambat metabolisme dan menyebabkan stres pada udang. Meningkatkan risiko kematian mendadak, terutama pada malam hari atau saat terjadi blooming algae. Kedua, peningkatan Amonia dan Nitrit, senyawa toksik bagi udang; amonia bebas (NH₃) sangat mematikan meskipun dalam konsentrasi rendah. Nitrit mengganggu transportasi oksigen dalam darah udang (fenomena seperti “brown blood“). Ketiga, serangan patogen, lingkungan air yang tercemar mendukung perkembangan patogen seperti Vibrio spp., White Spot Syndrome Virus (WSSV), dan EMS/AHPND. Keempat, gangguan pertumbuhan dan molting, Kualitas air yang buruk mempengaruhi keseimbangan osmotik dan menghambat proses pergantian kulit (molting).
Solusi dan Rekomendasi
Monitoring rutin kualitas air melalui penggunaan teknologi camera multi spectral. Tujuannya untuk melihat sebaran agen patogen pada perairan laut yang digunakan sebagai sumber air budidaya udang Vaname. Kedua, mengukur parameter seperti pH, salinitas, suhu, DO, amonia, nitrit, dan kekeruhan secara berkala. Ketiga, pengolahan awal air laut (Water Treatment), filtrasi, sedimentasi, ozonisasi, dan penggunaan biofilter untuk menurunkan beban organik dan patogen serta sinar UVC untuk mematikan agen patogen.
Keempat, Rekayasa Sistem Resirkulasi (Recirculating Aquaculture System – RAS), mengurangi ketergantungan terhadap air laut terbuka dan meningkatkan kontrol kualitas air. Kelima, Pelestarian ekosistem pesisir, rehabilitasi hutan mangrove dan pengelolaan wilayah pesisir untuk mencegah sedimentasi dan pencemaran. Keenam, penerapan Good Aquaculture Practices (GAP). Melibatkan pengelolaan limbah, biosekuriti, dan manajemen pakan yang tepat.
Hadir dalam kesempatan itu Muhamad Ali Saifudin selaku pegiat dan konsevator mangrove Teluk Pangpang yang selama ini menjaga dan mengembangkan hutan bakau (mangrove). Ia menyampaikan bahwa ada permasalahan yang cukup pelik tentang penurunan kualitas pohon bakau yang ditanam akibat serangan Teritip (Barnacle) yang masif. Sehingga menyebabkan matinya hampir 80% pohon bakau yang ditanam berumur kurang dari enam bulan.
Langkah Konkret
Berdasarkan informasi tersebut tim ahli FKH UNAIR terjun langsung untuk mengamati permasalahan tersebut dan mengambil sampel bibit pohon bakau yang terdiri dua macam yang sedang berkembang di konservasi cemara mangrove. Satu jenis yang mudah sekali terserang teritip dan mati tetapi mudah dalam pembibitannya, jenis inilah yang banyak terkendala pertumbuhannya sampai dewasa. Satu jenis lagi yang berkembang di daerah tersebut yaitu jenis yang tahan terhadap serangan teritip tetapi sulit dalam proses pembibitannya.
Sebagai langkah berikutnya tim ahli akan meneliti kedua jenis pohon bakau tersebut dan dibawa ke Surabaya. Dengan tujuan untuk mengetahui kelemahan yang sekaligus memberi solusi bagi permasalahan tersebut agar konservasi pohon baku yang berperan penting dan berkontribusi dalam mendukung/menjaga kualitas air laut sekitar area budidaya udang Vaname.
Pada kesempatan itu juga diserahkan bantuan sampel produk nanoproduk dari ekstrak meniran untuk meningkatkan kondisi kesehatan udang budidaya oleh Dr Emy Koestanti sabdoningrum drh MKes selaku anggota tim pengmas FKH UNAIR sebagai hasil penelitiannya. Ekstrak meniran mampu memproduksi nanoproduk tersebut. Turut dalam kegiatan pengabdian masyarakat tersebut antara lain Prof Dr Nunuk Dyah RL drh MKes; Prof Dr Endang Suprihati drh MS; Prof Dr Lucia Tri Suwanti drh MP; Dr Mufasirin drh MSi; Dr Agus Sunarso drh MSc; dan Prof Dr Eduardus Bimo AH drh MKes dan memberikan jawaban atas pertanyaan dari peserta yang hadir.
Pada kesempatan itu Prof Bimo yang juga sekaligus sekretaris LPPM UNAIR menawarkan beberapa program pendampingan dalam budidaya udang maupun Konservasi pohon bakau, yang kemudian disambut dengan penuh antusias para peserta. Selaku Ketua Divisi Parasitologi Veteriner FKH Prof Dr Poedji Hastutiek drh MSi menyampaikan ucapan terima kasih pada Muhamad Ali Saifudin dan masyarakat setempat selaku mitra. Sehingga, acara dapat berjalan dengan baik dan berharap program tersebut dapat dilanjutkan di waktu mendatang. Kegiatan ini mendukung SDGs 17 Partnerships for The Goals.
Penulis: Muchammad Yunus dan Poedji Hastutiek, Mochamad Arifudin
Editor: Yulia Rohmawati