UNAIR NEWS- Tingkat pengetahuan yang rendah bersamaan dengan kentalnya kepercayaan lokal menjadi akar dari permasalahan balita stunting. Menjawab permasalahan tersebut, dosen bersama mahasiswa Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (UNAIR) melaksanakan program Pengabdian Kepada Masyarakat (Pengmas) pada masyarakat Suku Tengger di Desa Wonokitri, Tosari, Pasuruan pada Kamis-Sabtu (24-26/8/2023).
Ketua Pengmas, Lailatul Muniroh SKM MKes menjelaskan kegiatan tersebut merupakan follow up dari penelitian yang telah berlangsung secara berkala sejak 2019 silam. “Tahun ini saya dan tim melakukan intervensi edukasi dan pelatihan sebagai bentuk follow-up dari hasil penelitian dan memantau progres sebelumnya,’’ ujarnya.
Pihaknya menyasar kelompok ibu balita, ayah balita, ibu hamil, calon pengantin wanita dan kader. Dalam pengmas ini menghasilkan lima modul, antara lain Modul Cegah Stunting pada Balita, Pentingnya Hidup Sehat Tanpa Rokok, Kesehatan Ibu Hamil, Pentingnya Cegah Anemia untuk Kehamilan Sehat Bagi Calon Pengantin, dan Modul Emo Demo Stunting. Berkaitan dengan hal itu, melalui pengmas ini bertujuan sebagai upaya komprehensif seluruh sasaran untuk bersama-sama mencegah stunting pada balita.
Isu Kearifan Lokal
Lail mengungkap hanya terdapat 38 persen balita di Suku Tengger yang mendapatkan ASI eksklusif (Red: pemberian ASI tanpa suplementasi makanan maupun minuman lain). Sebenarnya bayi di bawah enam bulan tidak perlu susu formula, melainkan cukup ASI saja.
Tak hanya itu, selama masa kehamilan ibu di Suku Tengger terdapat pantangan makan protein hewani seperti daging, cumi dan seafood. Di samping itu, kepercayaan masyarakat Suku Tengger memberikan air gula dan pisang lumat pada bayi yang baru lahir. Menurut mereka, hal tersebut dapat mempercepat pertumbuhan.
Belum lagi permasalahan pernikahan dini. Semua faktor di atas, secara tidak langsung dapat memengaruhi kejadian stunting pada balita Suku Tengger. Oleh sebab itu, dalam proses Pengmas, kegiatan bermula dengan memberikan edukasi gizi. Berlanjut dengan kunjungan rumah (home visit) berupa wawancara mendalam mengenai permasalahan yang didapati ibu hamil KEK dan ibu balita stunting.
Selanjutnya Emo Demo (Red: pemaparan dengan interaksi media prototype). Dalam hal ini, mengajak warga untuk menyesuaikan ukuran perut bayi berdasarkan umur, melalui analogi penuangan susu dalam gelas dan bola kecil sebagai perut bayi.
Faradyah Lulut Santosa salah satu mahasiswa Gizi yang terlibat kegiatan pengmas menjelaskan bayi yang berumur satu hari memiliki kapasitas perut sebesar satu biji kelereng. “ASI saja cukup, sebab ASI telah memiliki kandungan gizi yang lengkap. Jadi tidak perlu pemberian pisang,’’ terangnya pada saat pelatihan emo demo pada kader.
Ajak Masyarakat Demo Masak
Selain itu, tim pengmas juga mengajak warga melakukan demo masak mengenai Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada Balita berupa olahan sayur kubis. Bukan tanpa alasan, pasalnya kubis menjadi salah satu komoditas unggulan di Desa Wonokitri. Dengan memanfaatkan bahan pangan lokal, harapannya dapat memudahkan masyarakat sasaran untuk membuat PMT.
Lalu, untuk mengukur tingkat keberhasilan edukasi, terdapat pre dan post-tes. Dalam hal ini, ada 75 persen peserta yang terlibat dan dalam prosesnya berlangsung interaktif.
Pada akhir kegiatan, tim pengmas secara simbolis memberikan timbangan digital tiga buah untuk kader posyandu dan alat makan balita serta tablet penambah darah untuk ibu hamil dan calon pengantin wanita. Tim Pengmas FKM-pun berharap agar kegiatan tersebut tidak hanya berhenti selepas Pengmas. Akan tetapi berlanjut di kemudian hari dengan menonjolkan kearifan lokal Suku Tengger.
Penulis : Viradyah Lulut Santosa
Editor : Khefti Al Mawalia