UNAIR NEWS – Ruang ekspresi saat ini sangat terbuka jika dibandingkan masa orde baru, dimana memungkinkan setiap orang untuk bebas dalam menyampaikan aspirasi, pikiran, hingga karya mereka. Untuk itu, Kementerian Seni dan Budaya BEM FIB mengadakan Forum Suara dan Seni (FORSUNI) 2 dengan tajuk “Ruang Ekspresi dalam Perspektif Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan” pada Jumat (21/10/2022) di ruang WS Rendra FIB UNAIR.
Forum ini menghadirkan Puji Karyanto SS M Hum, Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia FIB UNAIR sebagai narasumber. Puji menuturkan ruang ekspresi di era keterbukaan dan digital sangat jauh berbeda dibandingkan saat masa orde baru.
“Saat ini ruang ekspresi sangat terbuka dengan luas dimana semua orang bebas menyampaikan suara mereka. Sekarang sudah sangat pluralitas, bahkan diskusi mengenai orisinalitas menjadi bias,” tuturnya.
Berbicara mengenai konteks budaya saat ini, sambungnya, era keterbukaan ruang ekspresi telah memunculkan kebudayaan baru. Contohnya adalah budaya pembelajaran jarak jauh. Selain itu, keterbukaan ruang ekspresi dan peluang ekonomi kreatif memungkinkan setiap orang bisa dikenal bahkan di mancanegara.
“Contoh bagaimana populernya Didi Kempot dengan lagu khas Jawa di Indonesia hingga Grup Lathi yang mendunia hanya dengan memanfaatkan platform di dunia digital,” lanjut Puji.
Pada akhir, Puji menjelaskan bahwa setiap orang berhak mengisi ruang-ruang ekspresi di era keterbukaan informasi. Kebebasan berekspresi secara nyata dapat dilihat dalam banyak aspek. Contohnya film indie pada ranah sinematografi, cyber sastra di ranah sastra, desa wisata di ranah pariwisata, hingga beragam mixed menu di ranah kuliner.
“Nasi goreng Jancuk menjadi salah satu contoh kebebasan berekspresi di ranah kuliner yang dapat kita nikmati,” tutup Puji.
Penulis: Mentari
Editor: Nuri Hermawan