UNAIR NEWS – Tim dosen dari Departemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga (UNAIR) kembali melaksanakan pengabdian masyarakat (Pengmas). Hal ini untuk menjawab kegelisahan Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) terkait ketersediaan pakan yang murah dan bergizi di Desa Glinggangan, Pringkuku Pacitan pada Jumat (30/9/2022).
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pacitan Dr Drs Supomo MM menyebut bahwa peminat budidaya ikan perlahan berkurang. Salah satu penyebabnya harga pakan komersial dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan, terlebih biaya pakan itu 60 hingga 70 persen dari biaya produksi. Akan tetapi jika biaya pakan dapat ditekan maka keuntungan bisa ditingkatkan.
“Saya rasa pokdakan ini dapat menopang perekonomian masyarakat setempat. Jadi untuk anak muda di sini, ide segar yang akan ditransferkan oleh akademisi UNAIR ini, silahkan dimaksimalkan,’’ ucap kepala dinas Pacitan saat sambutan.
Selanjutnya ketua tim pengmas FPK UNAIR Muhamad Amin Spi MSc PhD mengungkap meski harga pakan komersial naik. Akan tetapi masih banyak alternatif lain untuk sumber protein pakan ikan. Ia menyebut yang pertama, pakan buatan pasta untuk mengurangi ketergantungan pada mesin pelt. Kedua, alternatif pakan dari maggot atau larva lalat Black Soldier Fly (BSF).
Untuk itu, peserta diberikan materi mengenai kultur maggot yang meliputi siklus hidup, persiapan media, proses produksi, panen maggot hingga hubungan umur maggot dengan kandungan nutrien. Dosen FPK itu menegaskan kandungan protein larva BSF mencapai 41 hingga 42 persen. Hal ini setara dengan kandungan protein pada pakan ikan komersil yang berkisar antara 20 hingga 45 persen.
“Bukan berarti tingginya protein maggot bisa menjamin pertumbuhan ikan, tetapi harus ada tambahan bahan lain, ampok jagung misalnya. Karena akan menjadi hal yang sia-sia jika tidak diimbangi dengan bahan yang mengandung asam amino esensial,’’jelasnya.
Pasalnya ada dua faktor penghambat maggot yaitu kitin dan pemecahan lemak. Artinya tebalnya kitin atau cangkang kulit maggot dapat menghambat proses cernanya. Lalu, tanpa pemecah lemak yang baik, lemaknya akan menggumpal di hati sehingga pertumbuhannya tidak bagus. Oleh sebabnya harus dilakukan fermentasi terlebih dahulu.
“Contohnya kandungan bakteri pada EM4 dapat membantu fermentasi. Karena dapat memecah karbohidrat menjadi asam,’’ imbuh Amin.
Namun, ia dan tim masih melakukan penelitian lebih lanjut agar maggot bisa langsung konsumsi tanpa proses fermentasi. Dengan siasat memberi perlakuan yang berbeda saat proses kultur maggot.
Selain teori pihaknya juga memberikan pakan pasta buatan untuk ikan sidat sebanyak satu ember. Pakan tersebut hasil dari fermentasi buatan mahasiswa FPK UNAIR. Lalu memberikan dua alat penunjang kualitas air yakni pH pen yang berfungsi untuk mengukur derajat keasaman perairan dan termometer sebagai pengukur suhu.
Sebagai informasi melalui kegiatan pengmas tersebut Muhamad Amin dan tim turut berkontribusi pada implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke-1 No Poverty mengenai penduduk berpenghasilan rendah serta poin ke-14 mengenai Life Below Water pada bagian perikanan.
Penulis : Viradyah Lulut Santosa
Editor : Khefti Al Mawalia