UNAIR NEWS – Latok adalah nama lokal yang biasa digunakan masyarakat Pulau Giliyang, Sumenep untuk menyebut anggur laut. Awal April lalu, tim community development Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga (UNAIR) melakukan penelitian terkait potensi spesies anggur laut, Caulerpa racemosa sebagai kandidat komoditas perdagangan di Pulau Giliyang.
“Pulau Giliyang kaya akan potensi sumber daya makroalga, khususnya anggur laut yang merupakan sumber pangan potensial karena kaya akan vitamin, mineral, dan antioksidan,” jelas Dr Veryl Hasan SPi MP pembina tim community development FPK.
Anggur laut tergolong dalam jenis rumput laut. Namun, berbeda dari jenis rumput laut lainnya, anggur laut dapat dikonsumsi secara langsung dalam keadaan segar tanpa membutuhkan pengolahan.
“Peluang pasar anggur laut terbuka sangat lebar. Green caviar ini tinggi harganya di pasaran, namun di Pulau Giliyang anggur laut hanya dikonsumsi masyarakat lokal saja, belum ada upaya budidaya atau mengkomersialan,” jelas Veryl.
Kegiatan tim community development FPK UNAIR sendiri meliputi penentuan lokasi ekosistem anggur laut Caulerpa racemosa di daerah pesisir Pulau Giliyang, identifikasi spesies makroalga yang ditemukan, serta sosialisasi temuan dan manfaat makroalga kepada masyarakat lokal.
Tiga Hari Menyelam
Tim community development FPK UNAIR mencari lokasi ekosistem anggur laut dengan menyelam di beberapa titik. Dibantu informasi dari masyarakat lokal, tim berhasil menemukan lokasi potensi habitat anggur laut berada di selat antara Pulau Giliyang dan Kecamatan Dungkek. Setelah melakukan penyelaman selama tiga hari, tim berhasil menemukan sebanyak 13 spesies makroalga, termasuk dua spesies anggur laut yaitu Caulerpa racemosa dan Caulerpa lentillifera.

Beberapa spesies makroalga lain yang ditemukan dalam penelitian ini adalah spesies alga merah Galaxaura sp dan Gigartina sp, rumput laut Eucheuma sp yang biasa digunakan sebagai bahan dasar karagenan dan agar-agar, alga hijau Halimeda sp, serta alga coklat Sargassum sp. “Keragaman spesies makroalga ini menandakan masih baiknya ekosistem laut di Pulau Giliyang, sehingga bisa mendukung kehidupan bermacam-macam spesies makroalga tersebut,” ungkap Veryl.
Dalam agenda sosialisasi bersama masyarakat di Pulau Giliyang, Veryl memaparkan rencana FPK untuk melakukan studi lanjutan serta kajian lokasi kelayakan untuk budidaya anggur laut. Ia dan tim juga berupaya melakukan produksi dan distribusi produk anggur laut di Pulau Giliyang.
“FPK UNAIR akan secara rutin empat sampai enam bulan sekali mengirim mahasiswa dan tim untuk melakukan penelitian lanjutan,” tuturnya. (*)
Penulis: Thara Bening
Editor: Binti Q. Masruroh