UNAIR NEWS – Fakultas Vokasi, Universitas Airlangga, terus melakukan perbaikan dan pengembangan kurikulum demi menghasilkan formula pengajaran yang mampu bersaing dengan dunia internasional. Karena itu, fakultas yang baru berdiri pada 2014 tersebut bekerja sama dengan lembaga Senior Experten Service (SES) Jerman, Senin (16/10), dalam rangka diskusi dan penyusunan kurikulum.
Jerman sebagai negara yang diakui memiliki pendidikan vokasi terbaik diharapkan mampu memberikan berbagai masukan terhadap kurikulum yang digunakan fakultas vokasi dalam menyiapkan lulusannya.
Wakil Dekan I Fakultas Vokasi Prof. Dr. Retna Apsari, M.Si mengakui, kurikulum adalah gerbang utama menuju internasionalisasi. Karena itu, kurikulum yang setara dengan pendidikan vokasi yang lain mesti diwujudkan. “Internasionalisasi mulainya kan dari kurikulum. Kalau kurikulum sudah setara dengan yang lain, nanti bisa kredit transfer,” ujarnya.
Dia menyatakan, kurikulum yang belum setara dengan perguruan tinggi penyelenggara pendidikan vokasi di luar negeri memunculkan kendala tersendiri. Sebab, mahasiswa yang melaksanakan program pertukaran pelajar ke luar negeri tidak bisa melakukan kredit transfer karena kurikulum yang belum setara.
“Mahasiswa yang melakukan outbound terkendala kredit transfer karena kompetensinya berbeda. Kalau nanti kompetensinya sudah sama, internasionalisasi itu akan bisa lekas terwujud,” ungkap Retna.
Fakultas Vokasi, UNAIR, yang tergabung dalam Forum Pendidikan Tinggi Vokasi Indonesia (FPTVI) sepakat untuk mulai menerapkan kurikulum 3+2+1. Masukan kurikulum dari SES akan dijadikan pertimbangan untuk menentukan kurikulum baru yang digunakan pada 2018.
Retna menuturkan, kurikulum yang dipakai di Jerman tidak bisa sepenuhnya diterapkan di Indonesia. Sebab, kebutuhan industri antar keduanya sangat berbeda. Meski baru permulaan, melalui kerja sama dengan SES Jerman, Retna berharap langkah internasionalisasi semakin terwujud.
“Ini memang baru permulaan, paling tidak kami mulai internasionalisasi dengan pakarnya langsung untuk diimplemetasikan ke kurikulum. Tahun depan kongres nasional kami ajak satu atau dua orang untuk berembuk dengan Jerman,” tambahnya.
Senada dengan Retna, Wakil Rektor I bidang pendidikan dan kemahasiswaan Prof. Djoko Santoso, dr., Sp.PD-KGH., Ph.D., FINASIM berharap kerja sama dengan SES Jerman tidak hanya berlangsung sekali, tapi bisa periodik. “Tujuannya, menyempurnakan program internasionalisasi di fakultas vokasi. Sebab, bagaimanapun, negara industri punya banyak kehebatan sehingga bisa dicontoh,” ujarnya.
Selanjutnya, Djoko berharap, setelah kurikulum baru tersebut terbentuk dan mulai diaplikasikan, fakultas vokasi bisa meluluskan mahasiwanya sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan di masyarakat. (*)
Penulis : Binti Q. Masruroh
Editor: Feri Fenoria