UNAIR NEWS – Duta Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR) kembali menginisiasi siaran kolaborasi bersama Radio Republik Indonesia (RRI) Surabaya pada Senin (19/2/2024). Dengan mengusung tema Perekonomian Surabaya Pasca Perang Kemerdekaan, Duta FIB UNAIR juga turut meggandeng Duta Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNAIR sebagai narasumber pada acara ini. Hal ini bertujuan untuk memperluas perspektif diskusi yang berlangsung.
Ilham Baskoro selaku Ketua Duta FIB sekaligus inisiator kolaborasi menyampaikan bahwa siaran ini merupakan salah satu program lanjutan bersama komunitas Begandring Soerabaia untuk mengulas lebih lanjut mengenai Sejarah Kota Surabaya.
Dalam siaran ini, keempat narasumber perwakilan dari Duta FIB dan Duta FEB memaparkan salah satu babak krusial sejarah yang jarang dibahas, yakni bangkitnya perekonomian Kota Surabaya setelah dahsyatnya perang kemerdekaan Indonesia. Pembahasan tema tersebut pun dijelaskan secara komprehensif dan dibagi sesuai keahlian narasumber, yang dimana terbagi menjadi perspektif kesejarahan dan teori ekonomi.
Sebagai narasumber dari Duta FEB UNAIR, Dhio menyoroti bahwa Surabaya adalah kota yang memiliki potensi besar dalam bidang ekonomi. Bahkan potensi yang besar tersebut menjadi alasan kenapa Surabaya menempati urutan kedua metropolitan terbesar di Indonesia.
“Surabaya adalah kota yang memiliki pusat perekonomian yang pesat. Sebab kota ini menjadi pintu gerbang perdagangan di wilayah timur Indonesia. Aspek ini yang membuat Surabaya memiliki banyak industri, usaha, dan lapangan kerja yang beragam. Potensi-potensi tersebut yang menjadi kekuatan bangkitnya Surabaya setelah hancur ketika perang kemerdekaan” ujar Dhio.
Lebih lanjut, Aurel selaku narasumber dari Duta FIB menjelaskan bahwa Kota Surabaya adalah salah satu kota yang mengalami perubahan ekonomi yang signifikan pasca kemerdekaan. “Hal ini terjadi dalam dua periode. Yaitu, masa demokrasi parlementer dari tahun 1950-1959 dan masa demokrasi terpimpin dari 1959-1966. Menurutnya, kedua masa pemerintahan ini memiliki kebijakan masing-masing yang berperan penting dalam perkembangan Kota Surabaya,” jelas Duta FIB UNAIR itu.
Athaya selaku narasumber dari Duta FIB turut menuturkan bahwa kebijakan mengganti ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional pada era demokrasi parlementer menyebabkan perusahaan Belanda di Surabaya banyak yang dinasionalisasikan. Hal itu demi memantik pertumbuhan perekonomian rakyat pribumi.
Sedangkan pada era demokrasi terpimpin, lanjutnya, adanya proyek mercusuar juga menyebabkan gedung dan infrastruktur di Surabaya dibangun pesat. Sayangnya, proyek ini justru terlalu boros hingga menyebabkan inflasi.
Menanggapi pernyataan Athaya, Duta FEB, Indira menegaskan bahwa permasalahan ekonomi tersebut mengajarkan kita untuk membuat keputusan terbaik dari berbagai pilihan tentunya tidak lupa dengan pertimbangan. Sebab problematika ekonomi sangat memberi dampak aspek sosial, budaya, dan politik. Penetapan kebijakan ekonomi bisa menjadi alasan bangsa ini maju atau justru hancur.
Melalui siaran kolaboratif ini, Baskoro berharap keberhasilan program ini dapat menginspirasi organisasi mahasiswa lainnya agar terus bersinergi antar organisasi mahasiswa. “Dengan adanya program ini, saya berharap program kolaborasi ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi paguyuban duta lainnya untuk terus berprogres dan aktif dalam berbagai kesempatan, khususnya dalam berbagi pengetahuan sesuai rumpun keilmuan masing-masing fakultas,” paparnya.
Penulis: Aidatul Fitriyah
Editor: Khefti Al Mawalia